hmmmmmmmm

hmmmmmmmm
hahahahhahahaha.......

Selasa, 12 April 2011

PENDEKATAN BELAJAR KOGNITIF


MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENDEKATAN BELAJAR KOGNITIF
O
L
E
H
JULIANTY S. SIBUEA
BIOLOGI DIK B 2008


FAKULAS MATEMATIKA DAN   ILMU PENGEAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2010

PENDEKATAN BELAJAR
KOGNITIF
1.      Sejarah Singkat Teori Kogitif
Sudah lebih dari 2000 tahun prses-proses berfikir manusia telah dibicarakan. Misalnya, aristoteles membahas tentang daya ingat; hukum belajar dan daya ingat. Pada tahun 1879 psikologi merupakan suatu studi ilmiah dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama oleh Willeam wundt di Leipzig, Jerman. Pada saat itu, psikologi merupakan disiplin ilmu baru yang lepas dari filsafat dan ilmu faal. Menurut Wundt, psikologi mempelajari pengalaman yang didasari (instrospeksi selama 50 tahun).
Penelitian berkembang dengan cara introspeksi melalui jurnal dan konferensi-konferensi. Dari jurnal dan kongrensi diperoleh hasil bahwa harus ada pelatihan para pengamat, penggunaan kontrol yang relevan, ada replikasi eksperimen. Selain itu, metode-metode Wundt  yang hati-hati dan teliti  serupa penelitian kognitif sekarang. Dahulu penelitian Wundt hanya terbatas pada proses mental yang lebih tinggi, seperti berfikir, bahasa, problem solving, tak dapat diteliti dengan baik menggunakan teknik ini.
Pendapat Wundt ditentang oleh Ebbinghauss(1913). Menurut Ebbinghauss ada metode lain untuk meneliti memori(nonsense syllables/hal-hal yang tak berarti) yang lebih berpengaruh terhadap psikologi kognitif dibandingkan pendapat yang dikemukakan oleh Wundt.
Pada akhir abad 19 di amerika, psikologi dipengaruhi oleh pendapat-pendapat Willeam James. James menggunakan pendekatan informal(pertanyaan-pertanyaan psikologis sehari-hari), buku princifal of psicology (1890), dan teori-teori tentang daya ingat yang meliputi strukturdan proses-proses.
Pada tahun 1924, J.B.Watson dari aliran behavioris mengandalkan reaksi-reaksi objektive dan dapat diamati, diantaranya:
a.       Introspeksi (tidak ilmiah)
b.      Ketidaksadaran, terlalu kabur karena tidak dapat diteliti dengan baik sehingga simpulannya diragukan. Aliran behavioris menolak istilah image, idea, thought.
c.       Menghindari penelitian terhadap manusia, maka beralih pada tikus. Akibatnya penelitian-penelitian aktivitas mental terhambat. Behaviorisme masih banyak memberikan sumbangan metode-metode kognitif saat ini.
Menurut para behavioris suatu konsep harus didefenisikan dengan hati-hati dan tepat, misalnya dengan istilah performance, agresi, dan lain-lain.
Dalam behaviorisme perlu adanya kontrol maka dilakukan eksperimen. Para behavioristik jarang mempelajari proses-proses mental manusia yang lebih tinggi yang menjadi minat dan psikologi kognitif kontemporer.
Akhir abad 19 dan awal abad 20 psikologi Gestalt di Eropa berkembang. Pendekatan kecenderungan-kecendrungan untuk mengordinasi hal-hal yang dilihat dan bahwa keseluruhan jauh lebih besar dibandingkan jumlah bagian. Psikologi Gestalt menentang teknik intospeksi dari penganalisaan.
Kemudian muncul seorang peneliti dari Inggris yang bernama Frederick C. Bartlett yang meneliti memori manusia. Beliau mengadakan eksperimen dan social study tentang remembering (Bartlett, 1932) serta menolak metode Ebbinghauss, sebgai gantinya beliau mengemukakan materi bermakana (cerita panjang )yang dianalisis tentang bagaimana mental seseorang mempengaruhi recall tentang materi tersebut. Memori didefenisikan sebagai proses rekonsruktif yang malibatkan interpretasi dan trasformasi materi asli (Kendler, 1987). Pada tahun 30-an karya Bartlett tidak begitu diperhatikan diAmerika. Baru sekitar 20 tahun kemudian psikologi kognitif sibuk menerapkan metode eksperimental dan behavioristik.

2.      Teori Belajar Psikologi Kognitif
Tingkah laku seseorang senantiasa di dasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal aau memikikan situasi di mana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi pada teori kognitif dikatakan bahwa, tingkah laku seseorang lebih tergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya.
Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.
Tingkah laku seseorang didasarkan pada tindakan mengenal/ memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Prinsip dasar psikologi kognitif
* Belajar aktif
* Belajar lewat interaksi sosial
* Belajar lewat pengalaman sendiri
Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex Weitheimer) yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan.
Ada beberapa jenis teori belajar psikologi kognitif, yakni sebagai berikut:
1.      Cognitive Field (Kurt Lewin)
Teori belajar Cognitive Field menitikberatkan perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut Life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interkasi antar kekuatan, baik yang bersal dari dalam diri individu, seperti tujuan, tekanan kejiwaan maupun yang bersal dari luar diri individu seperti, tanatangan dan permasalahan yang di hadapi.
Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil pertemuan dari dua kekuatan yaitu, yang berasal dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang lainnya berasl dari kebutan dan motivasi internal. Dengan demikian, peranan motivasi jauh lebih penting dari pada reward atau hadiah.
                                                                        (Drs. Wasty Soemanto.2008)
2.      Discovely Learning ( Jerome Bruner)
Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dariPiaget yang menyatakan bahwa anak harus berperanan secra akif di dalam belajar di ke;as. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discory learning, yaitu di mana siswa mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning atau expository teaching, di mana guru menerangkan semua informasi dan siswa harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.
                                                                                    (Prof. Dr. H. Djaali. 2008)
3.      Cognitive Development (Piaget)
Dalam teori ini Piaget memandang bahwa proses berpikir merupakan aktifitas gradual dari fungsi intelektual, yaitu dari berpikir kongkret menuju abstrak. Perkembangan intelektual adalah kualitatif bukan kuantitaif. Perkembangan kognitif tergantung pada akomodasi. Oleh karena itu, siswa harus diberikan suatu areal yang belum diketahui, agar ia dapat belajar. Dengan adanya areal baru ini siswa kan mengadakan usaha-usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah perkembangan kognitif.
Dalam teorinya, ia memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Ia memakai istilah scheme: pola tingkah laku yang dapat diulang. Yang berhubungan dengan :
* Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)
* Scheme mental (pola tingkah laku yang susah diamati, dan yang dapat diamati)

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tingkat yaitu :
(1) sensory motor;
(2) pre operational;
(3) concrete operational dan
(4) formal operational
Perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap menurut Piaget yaitu:
a. Kematangan
b. Pengalaman fisik/ lingkungan
c. Transmisi social
d. Equilibrium/ self regulation
                                                                                    (Drs. Wasty Soemanto.2008)
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontiniu dari adanya equilibrium-disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya aquilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dalam belajar: perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tidak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakanusaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang mempermudah pertumbuhan kognitif.
                                                                                    (Prof. Dr. H. Djaali. 2008)
Menurut Piaget intelegensi itu terdiri dari tiga aspek, yaitu:
-struktur (scheme) : pola tingkah laku yang dapat diulang
-isi (content) :pola tingkah laku yang spesifik (saat menghadapi masalah)
-fungsi (function) :berhunbungan dengan cara seseorang untuk mencapai kemajuan intelektual.
                                                                                    (Drs. Wasty Soemanto.2008)
Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intektula anak mengandung tiga aspek, yaitu strucrure, content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten inelektualnya berubah atau berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga menghasilkan suatu rangkaian prkembangan; masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
                                                                                    (Prof. Dr. H. Djaali. 2008)

4.      Teori Benyamin S. Bloom
Benyamin S. Bloom telah  mengembangkan “taksonomi” unuk domain kognitif. Taksonomi adalah metode untuk membuaturutn pemikiran dari tahap dasar ke arah yang lebih tinggi dari kegiatan mental, dengan enam tahapan sebagai berikut:
·         Pengetahuan (Knowledge) ialah kemampuan untuk mengingat, atau mengulang informasi yang pernah diberikan.
·         Pemahaman (Comprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.
·         Aplikasi (Application) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi baru.
·         Analisis (Analysis) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya.
·         Sintesis (Syntesis) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu pola pemikiran yang baru.
·         Evaluasi (Evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
(Drs. Wasty Soemanto.2008)
3.      Implikasi Teori Perkembangan Kognitif
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Pengaplikasian teori kognitif dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja.dengan adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.
                                                                                    (Drs. Wasty Soemanto.2008)

4.      Belajar kognitif
Tak dapat disangka bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temannya. Ketika dia menceritakn pengalamannya selama dalam perjalannannya, dia tidak dapat menghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanannya dihadapan temannya, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materil, tetapi juga yang bersifat tidak materil. Objek-objek yang bersifat materil misalnya antara lain, orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga, dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan, pembangunann dan sebagainya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materil dan tidak materil telah dimiliki, maka seseoarang telah mempunyai alam pikiran kognitif itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, maka semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap objek-objek yang diamatai. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kearah perubahan.
                                                                        (Drs. Syaiful Bahri Djamarah.2008)

5.      Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif
Pendekatan perkembangan moral kognitif berdasarkan kepada teori perkembangan moral kognitif yang telah dikaji oleh beberapa ahli psikologi perkembangan seperti Piaget (1932) dan Kohlberg (1975). Pendekatan ini bertujuan untuk membimbing seseorang mengembang pertimbangan moral secara peringkat iaitu bermula daripada peringkat mematuhi peraturan moral kerana takut hukuman oleh pihak yang berautoriti sehingga peringkat berautonomi di mana keputusan moral ialah berasaskan kepada prinsip moral yang sejagat.
Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan dilemma moral sebagai rangsangan. Dilema moral merujuk kepada sesuatu keadaan di mana terdapatnya konflik nilai dan memerlukan seseorang membuat pilihan nilai dan beri sebab atau justifikasi ke atas keputusannya. Dilema moral ini boleh terdiri daripada dilemma hipotetikal (direka, kesusasteraan atau isi kandungan sesuatu disiplin) atau yang benar-benar (real-life) berlaku dalam kehidupan seseorang tersebut.
Cara melaksanakan pendekatan perkembangan moral kognitif ialah seperti yang berikut:
a)      Mengemukakan satu dilema moral dan soalan probe untuk seseorang berfikir tentang beberapa alternative dalam dilemma tersebut.
b)      Membuat pilihan moral dan memberi sebab ke atas pilihan tersebut.
c)      Berdasarkan kepada sebab yang diberikan tentukan peringkat pertimbangan moral
d)     Tambah soalan probe untuk meningkatkan tahap pemikiran moral murid.
Dalam menggunakan pendekatan ini, seorang guru harus menerima pendapat pelajar dengan fikiran terbuka dan membimbing mereka mempertingkatkan tahap penaakulan moral mereka. Yang menjadikan fokus dalam pendekatan ini ialah proses (struktur) bukan keputusan (kandungan) penaakulan/pertimbangan. Oleh kerana pendekatan ini lebih memokuskan kepada aspek kognitif moral, maka guru perlu menggunakan pendekatan lain supaya aspek emosi moral dan perlakuan moral diberikan penekanan yang setara.




a.      PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN
A.    Pendekatan Belajar
Banyak pendekatan belajar yang dapat digunakan oleh para guru kepada para siswanya unttuk mempelajari bidang studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling klasik sampai yang paling modern. Di antaranya:
1). Pendekatan Hukum Jost
Menurut Reber (1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi Hukum Jost itu maka belajar dengan kiat 5 x 3 adalah lebih baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut sama.
2). Pendekatan Ballard & Clanchy
Menurut Ballard & Clanchy (1990), pedekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu:
1) sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving); dan
2) sikap memperluas (extending).
3). Pendekatan Biggs
Menurut hasil penelitian Biggs (1991), pendekatan belajar siswa dapat dikelempokkan ke dalam tiga prototype (bentuk dasar)
1) Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah)
2) Pedekatan deep (mendalam)
3) Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)

b.      PENDEKATAN KOGNITIF SOSIAL UNTUK PEMBELAJARAN
            Pikiran murid mempengaruhi prilaku dan pembelajaran mereka. Dalam bagian ini kami akan membahas beberapa variasi tema yang dimulai dengan teori kognitif sosial. Teori ini berkembang dari teori behaviorial tetapi lebih mengarah ke aspek kognitif ( Schunk, 2000).
Teori Kognitif Sosial Bandura
            Teori kognitif sosial (sosial cognitive theory)  menyatakan bahwa faktor sosial kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan: faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya.
            Albert Badura (1986, 1997, 2000, 2001) adalah salah satu arsitek utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa ketika murid belajar, mereka dapat mempersentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka  secara kognitif. Ingat bahwa dalam penkondisian operan, hubungan hanya terjadi antara pengalaman lingkungan dengan perilaku. Bandura mengembangkan model determinasi resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama : perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran: faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi  lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memenuhi perilaku, dan sebagainya. Bandura mengunakan istilah person, tetapi kita memodifikasinya menjadi person (cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor faktor kognitif. Faktor person Bandura yang tak punya kecendrungan kognitif terutama adalah pembawaan personalitas dan temperamen. ingat bahwa faktor-faktor tersebut mungkin mencakup sikap introvert atau ekstravert, aktif atau inaktif (pasif), tenang atau cemas, dan ramah atau bermusuhan. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, stategi, pemkiran, dan kecerdasan.
                                                                                                            (J.W. Santrock. 2008)
Perhatikan bagaimana model Bandura dalam kasus perilaku akademik murid sekolah menengah yang kita sebut saja sebagai Nila.
·         Kognisi memepengaruhi perilaku. Nila menyusun strategi kognitif untuk berpikir secara lebih mendalam dan logis tentang cara menyelesaikan suatu masalah. Strategi kognitif meningkatkan perilaku akademiknya.
·         Perilaku mempengaruhi kognisi. Proses (perilaku) belajar Nila membuatnya mendapat nilai baik, yang pada gilirannya menghasilkan ekspektasi positif tentang kemampuannya dan membuat dirinya percaya diri (kognisi).
·         Lingkungan mempengaruhi perilaku. Sekolah tempat Nila belajar baru-baru ini mengembangkan program percontohan ketrempilan belajar untuk membantu murid belajar cara membuat catatan, mengolah waktu, dan mengerjakan ujian secara efektif. Program keterampilan belajar ini meningkatkan perilaku akademik Nila.
·         Perilaku mempengaruhi lingkungan. Program keterampilan-belajar ini berhasil meningkatkan perilaku akademik banyak murid di kelas Nila. Perilaku akademik yang meniingkat ini memicu sekolah untuk mengembangkan program itu sehingga semua murid di sekolah itu bisa turut serta.
·         Kognisi mempengaruhi lingkungan. Ekspektasi dan perencanaan dari kepala sekolan dan para guru memungkinkan program keterampilan-belajar itu terwujud.
·         Lingkungan mempengaruhi kognisi. Sekolah tersebut mendirikan pusat sumber daya diman amurid dan orang tua dapat mencari buku dan materi tentang peningkatan keterampilan belajar. Pusat sumber daya ini juga memberikan layanan tutoring dan pusat sumber daya ini. Layanan ini meningkatkan keterampilan berpikir Nila.
(J.W. Santrock. 2008)
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan oleh Bandura (1997, 2001) pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif.
Bandura menyatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian  karena dia tidak percaya bahwa akan bisa membantunya dalam mengerjakan soal. Berikutnya kami akan membahas sebuah proses pembelajaran yang penting, yang merupakan kontribusi Bandura lainnya. Saat kita membaca tentang pembelajaran observasional, perhatikan bagaimana faktor person (kognitif) terlibat.
                                                                                                      (J.W. Santrock. 2008)
·         Pembelajaran observasional
            Pembelajara observasional, juga dinamakan imitasi atau modeling, adalah pembelajaran yang dilakukan ketikan seseorang mengamati  dan meniru perilaku orang lain. Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi dapat mengeliminasi pembelajaran trial and error yang membosankan.dalam banyak kasus, pembelajaran observasional membutuhkan lebih sedikit waktu ketimbang pengkondisian operan.
            Studi Boneka Bobo Klasik. Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Badura (1965) mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya denganmengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum. Eksperimen ini juga mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja (performance) .
            Sejumlah anak taman kanak-kanak secara acat ditugaskan untuk melihat tiga film di mana ada seseorang ( model ) sedang memukuli boneka plastic seukuran orang dewasa yang dinamakan boneka Bobo. Dalam film pertama, penyerangnya diberi permen, minuman ringan, dan dipuji karena melakukan tindakan agresif. Dalam film kedua, si penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam film ketiga, tidak ada konsekuensi atas tindakan si penyerang boneka. Kemudian, masing-masing anak dibiarkan sendiri berada diruangan penuh mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak diamati melalui cermin satu arah. Anak yang menonton film dimana perilaku penyerang diperkuat atau tidak dihukum apa pun lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan si penyerang di hukum. Seperti yang anda duga, anak lelaki lebih agresif ketimbang anak perempuan. Namun, poin penting dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik itu ketikan perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat.
            Poin penting kedua dalam studi kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaaan antara pembelajaran dan kinerja. Karena murid tidak diberlakukan respons bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Dalam studi Badura, saat anak diberi insentif (dengan stiker atau jus buah) untuk meniru model, perbedaan dalam perilaku imitative anak dalam tiga kondisi itu hilang. Bandura percaya bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak memberikan respons yang dapat diamati, anak itu mungkin masih mendapatkan respons model dalam bentuk kognitif.
                                                                                                            (J.W. Santrock. 2008)
·         Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura
Sejak eksperimen awalnya, Bandura (1986) memfokuskan pada proses spesifik yang terlibat dalam pemebelajaran obeservasional. Proses itu adalah: atensi (perhatian), retensi, produksi, dan motivasi.
Atensi
Sebelum murid dapat meniru tindakan model, mereka harus memperhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model. Seorang murid yang terganggu oleh dua murid lainnya yang sedang bicara mungkin tak mendengar apa yang dikatakan guru. Atensi pada model dipengaruhi oleh sejumlah karakteristik. Misalnya, orang yang hangat, kuat, dan ramah akan lebih diperhatikan ketimbang orang yang dingin, lemah, dan kaku. Murid lebih mungkin memperhatikan model berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah, dalam kebanyakan kasus, guru adalah model berstatus tinngi di mata murid.
Retensi.
Untuk mereproduksi tindakan model, murid harus mengodekan informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga informasi itu bisa diambil kembali. Deskripsi verbal sederhana atau gambar yang menarik dan hidup dari apa yang dilakukan model akan bisa membantu daya retensi murid. Misalnya, guru mungkin berkata,”saya akan menunjukkan cara untuk memperbaikinya. Kalian harus melakukan langkah pertama ini, lalu langkah kedua, lalu langkah ketiga “ sembari menunjukkan cara memecahkan soal matematika. Video dengan karakter yang penuh warna yang menunjukkan pentingnya memerhatikan perasaan orang lain kemungkinan akan diingat secara lebih baik ketimbang apabila guru hanya sekedar menyuruh murid untuk memperhatikan perasaan orang lain. Karakter penuh warna itulah yang menyebabkan populernya acara Sesame Street. Retensi murid akan meningkat jika guru memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan jelas.
Produksi
Anak mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang mereka lihat tetapi, karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya, mereka tidak bisa memproduksi prilaku model. Seorang anak berumur 13 tahun mungkin menyaksikan pemain basket David Robinson dan pegolf Nancy Lopez melakukan keahlian atletik mereka dengan sempurna, atau melihat seorang pianis tersohor atau artis terkenal menampilkan keahlian mereka. Tetapi anak itu tidak mampu untuk mereproduksi atau meniru apa yang dilakukan simodel tersebut. Belajar, berlatih, dan berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.
Motivasi
Sering kali anak memerhatikan apa yang dikatakan atau dilakukan model, menyimpan informasi dalam memori, dan memiliki kemampuan gerak untuk meniru tindakan model, namun tidak termotivasi untuk melakukannya. Ini tampak dalam studi boneka Bobo ketika anak yang melihat model dihukum tidak mereproduksi atau meniru tindakan agresif si model. Tetapi, setelah mereka diberi insitif atau penguat (sticker atau jus buah), mereka melakukan apa yang dilakukan model.
Dahulu percaya bahwa penguatan tidak selalu dibutuhkan agar pembelajaran observasional terjadi. Tetapi jika anak tidak meniru atau mereproduksi prilaku yang diinginkan, ada tiga jenis penguat yang bisa menolong: (1) memberi imbalan pada model ;(2) memberi imbalan pada anak ; atau (3) memerintahkan anak untuk membuat pernyataan untuk memperkuat diri, “Bagus, aku melakukannya!” atau, oke, saya sudah melakukan hampir semua tugas yang baik dengan benar. Kalau aku terus mencoba, aku akan bisa menyelesaikannya.” Kita akan membahas tentang strategi manejemen ini sebentar lagi.
Seperti yang bisa anda lihat, anda akan menjadi model penting dalam kehidupan murid dan anda punya banyak opsi untuk memberi murid serangkain model yang kompeten. Untuk mengevaluasi peran model dan mentor yang dimainkan dalam kehidupan murid, isi Self- Assesment.
Dalam iklim pendidikan dewasa ini yang menekankan refleksi dan pemikiran kritis, adalah mudah untuk melupakan kekuatan pembelajaran observasional dalam mendidik anak. Tetapi, pembelajaran observasional masih merupakan cara pembelajaran yang lazim dan efektif.
                                                                                                (J.W. Santrock. 2008)
Pendekatan Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri 
Pengkondisian operan memunculkan banyak aplikasi untuk berbagai setting dunia rill. Minat terhadap pendekatan behavioral kognitif juga memunculkan aplikasi yang serupa
Pendekatan Perilaku Kognitif
Dalam pedekatan perilaku kognitif, penekanannya adalah untuk membuat siswa memonitor, mengelola dan mengatur prilaku mereka sendiri, bukan mengontrol mereka melalui faktor eksternal. Dibeberapa kalangan ada yang dinamakan modifikasi prilaku kognitif. Pendekatan perilaku kognitif berasal dari psikologi kognitif, yang menekankan pada efek pikiran terhadap prilaku dan behaviorisme, yang menekankan pada tehnik mengubah prilaku. Pendekatan prilaku kognitif berusaha mengubah miskonsepsi murid, memperkuat keahlian mereka dalam menangani sesuatu, meningkatkan control diri, dan mendorong refleksi diri yang konstruktif.
Metode instruksi diri( self- instructional method) adalah sebuah tehnik perilaku kognitif yang dimaksudkan guna mengajari individu untuk memodifikasi perilaku mereka sendiri. Metode self- instructional ini membantu orang mengubah apa yang anggapan mereka tentang diri mereka sendiri.
Bayangkan sebuah situasi dimana murid sekolah menengah atas sangat gugup saat akan menempuh ujian stndar, misalnya UAN.  Murid itu bisa diajak untuk berbicara kepada dirinya sendiri secara positif. Berikut ini beberapa strategi bicara pada diri sendiri(self-talk) yang bisa dipakai guru dan  murid untuk mengatasi situasi yabg menggelisahkan itu.
·         Bersiap menghadapi stress atau kecemasan
“Apa yang harus aku lakukan”
“Aku akan menyusun rencana untuk menanganinya”
“Aku sedang memikirkan apa yang harus kulakukan”
“ Aku tidak akan cemas. Sikap kwatir tidak akan memperbaiki apapun”
“ Aku punya banyak strategi yang bisa kupakai”
·         Menghadapi dan menangani kecemasan atau stress
“Aku bisa menghadapi tantangan itu”
“Aku bisa menjalaninya setahap demi setahap”
“Aku bisa mengatasinya. Aku akan tenang, menarik nafas dalam-dalam, dan menggunakan salah satu strategi yang ada.”
“Aku tidak memikirkan stresku. Aku hanya akan berfikir tentang apa yang harus kulakukan
·         Mengatasi perasaan pada saat kritis/mendesak
“Apa ini yang harus kulakukan?”
“Aku tahu akan tambah cemas. Aku cukup mengontrol diriku sendiri.”
“Jika kecemasan datang, aku akan berhenti sejenak dan tetap fokus pada apa yang harus kulakukan.”
·         Menggunakan pernyataan menguat diri
“Bagus. Aku bisa.”
“Aku bisa mengatasinya dengan baik.”
“Aku tahu aku bisa melakukannya.”
“Aku akan beri tahu orang bagaimana aku bisa berhasil melakukannya.”
                                                                                                (J.W. Santrock. 2008)
Dalam banyak kasus, strateginya adalah mengganti pernyataan negative dengan pernyataan positif. Misalnya, murid mungkin berkata kepada dirinya sendiri, “ Aku tak akan pernah bisa menyelesaikan ini besok pagi.” Ini bisa diganti dengan pernyataan positif, semisal:”Ini akan sulit tapi aku pikir aku bisa melakukannya.”Aku akan menganggapnya sebagai tantangan, bukan sebagai sesuatu yang menyusahkan,” Jika aku bekerja keras, aku mungkin bisa melakukannya atau jika hendak berpartisipasi dalam diskusi kelas, murid bisa mengganti pikiran negatif seperti,” Semua orang tahu lebih banyak ketimbang diriku, jadi apa gunanya aku mengatakan sesuatu? “ dengan pernyataan positif seperti :” Aku punya hal untuk dikatakan kepada orang lain.” Ideku mungkin berbeda tapi ideku tetap bagus.” Tak  masalah sedikit gugup, aku akan santai berbicara.”
Berbicara positif kepada diri sendiri dapat membantu guru dan murid mewujudkan potensi penuh mereka. Menantang pikiran negative bisa membuat kita mewujudkan potensi diri. Para behavioris kognitif merekomendasikan agar murid meningkatkan prestasi mereka dengan cara memonitor perilaku mereka sendiri. Ini bisa berarti menyuruh murid untuk membuat diagram atau catatan atas tindakan mereka dan guru juga dapat menyuruh murid melakukan hal yang sama untuk memonitor kemajuan mereka dengan mencatat beberapa tugas yang telah mereka selesaikan, beberapa guru yang telah mereka baca, berapa banyak pekerjaan rumah yang telah mereka serahkan tepat pada waktunya, beberapa hari mereka tidak rebut dikelas dan sebagainya.                                                           (J.W. Santrock. 2008)
Pembelajaran Regulasi Diri
Pembelajaran regulasi diri adalahmemunculkan dan memonitor sendiri pikiran, persaan dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belaja perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).
Pelajar regulasi diri  (Winne, 1995, 1997, 2001 dalam J.W Santrock 2008):;
·         Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi.
·         Menyadari keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola emosinya.
·         Secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya.
·         Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat.
·         Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.
Guru, tutor, mentor, konselor dan orangtua dapat membantu siswa agar menjadi pembelajar regulasi diri.
Evaluasi dan Monotoring Diri
Monotoring Hasil dan Memperbaiki Strategi
Menetukan Tujuan dan Perencanaan Strategis
 





                                                         Model Pembelajaran
                                                               Regulasi Diri
Melaksanakan Rencana dan Memonitornya
 





Langkah-Langkah Pembelajaran Regulasi diri :
         1.         Langkah 1, siswa mengevaluasi studinya dan persiapan tesnya dengan membuat catatan yang detail. Guru memberi petunjuk cara membuat catatan ini. Setelah beberapa minggu, siawa itu mempelajari catatan ini dan mengetahui bahwa nilai buruknya disebabkan oleh kesulitannya dalam memahami materi bacaan.
         2.         Langkah 2, siswa menentukan ujuan, yang meningkatkan pemahaman dalam membaca dan merencanakan cara untuk mencapai tujuan ini. Guru membantunya membagi-bagi tujuan ini menjadi komponen-komponen, seperti menemukan ide utama dalam paragraf dan menentukana tujuan spesifik untuk memahami serangkaian paragraf dalam buku teksnya. Guru juga memberi siswa petunjuk strategi, seperti memfokuskan pada kalimatpertama paragraf dan kemudian membaca kalimat lain sebagai cara untuk mengidentifikasi ide-ide utamanya. Bantuan lain yang diberikan guru misalnya memberi tutoring membaca.
         3.         Langkah 3, siawa melaksanakan rencananya dan mulai memonitor kemajuaannya. Pada awalnya, dia mungkin buuh bantuan dari guru atau tutor untuk mengidntifikasi ide-ide utama dalam bacaannya. Umpan balik ini dapat membantunya memonitor pemahaman pembacaannya secra lebih efektif.
         4.         Langkah 4, siswa memonitor kemajuan pemahamanpembacaannya dengan mengevaluasi apakah bacaannya mempengaruhi hasil pembelajarannya.
(J.W. Santrock. 2008)
Evaluasi diri menunjukkan bahwa strategi mencari ide utama atu poko kalimat hanya meningkatkan sebagian saja dari pemahamannya, dan itupun jika pokok kalimatnya menjadi paragraf. Jadi, guru merekomendasikan strategi lainnya. Perkembangan regeulasi diri dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah modeling dan self-efficacy (Pintrich dan Schunk, 2002 dalam J.W Santrock , 2008). Model adalah sumber penting untuk menyampaikan regulasi diri. Di antara keterampilan regulasi diri yang dapat dicontohkan oleh model adalah perencanaan dan pengelolahan waktu secara efektif, memerhatikan dan konsentarsi, mengorganisasikan dan menyimpan informasi secara strategis, membangun lingkungan belajar/kerja yang produktif, dan menggunakan sumber daya sosial. Misalnya, siswa mungkin mengamati guru melakukan strategi menejemen waktu yang efektif dan menjelaskan prinsip yang tepat. Dengan mengamati model itu, siswa dapat percaya bahwa mereka juga bisa merencanakan dan mengelola waktu secara efekif, yang menciptakan perasaan self-efficacy terhadap regulasi diri akademik dan motivasi siswa untuk melakukan aktifitas itu.
Sel-efficacy dapat memengaruhi siswa dalam memilih suatu tugas, usahanya, ketekunannya, dan prestasinya (Bandura, 1997, 2001 dalam J.W Santrock , 2008). Dibandingkan dengan siswa yang meragukan kemampuan belajarnya, siswa yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu ugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ule dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. Self-efficacy bisa memengaruhi prestasi, tetapi ia bukan satu-saunya faktor pengaruuh. Tingkat tinggi tidak akan mengahisalkan kinerja yang kompeten apabila siswa tidak punya atau kekurangan pengetahuan dan keahlian yang harus dipenuhi.
Ketika guru mendorong siswa untuk menjadi pelajar yang mau menata diri sendiri maka pada saat yang sama dia sebenarnya menyampaikan pesan bahwa siswa harus bertanggung jawabatas tindakannya sendiri, menjadi lebih terpelajar, dan bisa memberi konribusi bagi masyrakat. Pesan lain yang tersiratdala pembelajaran regulasi diri adalah bahwa pembelajaran merupakan pengalaman personal yang memerlukan partisipasi aktif dan ketekunan siswa.
                                                                                                (J.W. Santrock. 2008)
6.      Mengevaluasi Pendekatan Kognitif Sosial
Pendekatan kognitif sosial telah memberi kontribusikan penting untuk mendidik anak. Selai mempertahankan aroma ilmiah kaum behavioris dan menekankan pada observasi yang cermat, pendekatan ini juga memperluas penekanan pemberlajannya sampai ke faktorkognitif dan sosial. Pembelajaran dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan model yang kompetendan kemudian meniru apa yang mereka lakukan. Penekanannya pendekatan perilaku kognitif pada pembelajan insruksi diri, pembicaraan diri, dan regulasi diri, telah menimbulkan pergeseran penting dari pembelajaran yang dilakukannya seseorang. Strategi ini dapat meningkatkan kemampuan belajar secara signifikan.
Muncul sejumlah kritikterhadap pendekatan kognitif sosial ini. Beberapa teoritisi kognitif percaya bahwa pendekatan tersebut masih terlalu terfokus pada perilaku dan faktor eksternal dan kurang menjelaskan secaradetail bagaimana berlangsungnya proses kognitif seperti pikiran, memori, pemecahan masalah dan segainya.
                                                                                                (J.W. Santrock. 2008)










DAFTAR PUSTAKA
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

            Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

            Santrok. 2008. Psikologi Pendidikan (Edisi Kedua). Jakarta : Kencana Prenada
Gruoop

Soemanto, W. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Asdi Mahasatya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar