hmmmmmmmm

hmmmmmmmm
hahahahhahahaha.......

Rabu, 06 April 2011

PERBEDAAN PESERTA DIDIK DAN KEBUTUHAN BELAJAR


Makalah Psikologi Pendidikan

 PERBEDAAN PESERTA DIDIK DAN KEBUTUHAN BELAJAR








JULIANTY S. SIBUEA
408141077
BIOLOGI DIK B 08






 

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
201
PERBEDAAN PESERTA DIDIK
DAN
KEBUTUHAN BELAJAR

A.  Pengertian Peserta Didik
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Selain itu, peserta didik dapat pula diartikan sebagai anak atau individu yang tergolong dan tercatat sebagai sisea di dalam satuan pendidikan.
Setiap individu yang dikatakan sebagia peserta didik apabila ia telah memasuki usia sekolah. Usia 4 sampai 6 tahun, di Taman Kanak-Kanak. Usia 6 sampai 7 tahun di Sekolah Dasar. Usia 13 sampai 16 tahun di SMP dan usia 16 sampai19 tahun di SLTA.
(Fatimah, 2006: 19)

B.  Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
            Istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” sering digunakan orang secara “interchangeably” artinya kedua istilah itu dipakai secara silih berganti dengan maksud yang sama. Dua bagian yang kondisional dari manusia meliputi pribadi yang bersifat material kuantitatif yang mengalami pertumbuhan, dan pribadi yang fungsional kualitatif yang mengalami perkembangan. Sebenarnya masing – masing istilah ini mempunyai pengertian yang berbeda, dan perbedaan ini masih jarang diperhatikan orang, begitu pula oleh sebagian besar para ahli atau penulis tentang psikologi pendidikan. Di bawah ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kehidupan manusia.

B.1. Pertumbuhan
            Pertumbuhan artinya perubahan secara progesif, secara terus – menerus. Perubahan progesif artinya perubahan itu menuju kearah kemajuan, kearah kesempurnaan. Perubahan – perubahan itu tidak hanya berwujud perubahan besar, panjang dan berat, tetapi juga berwujud perubahan struktur dan bentuk. Misalnya pertumbuhan otak tidak hanya bertambah berat tetapi juga bertambah kompleks susunannya dari masa – masa yang lampau. Perubahan – perubahan itu masih tetap terjadi walaupun otak itu bertambah berat dan besarnya mencapai batas maksimum. (Tim Dosen PPD. 2010: 1)
            Pertumbuhan diartikan perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. Pertumbuhan dinyatakan dalam bentuk perubahan yang terjadi pada bagian – bagian material, tetapi pertumbuhan itu sendiri mempunyai sifat kesatuan dan keumuman, dalam hal ini suatu organisme. (Djaali. 2006: 16)

B.1.1. Pertumbuhan Pribadi Manusia
            Manusia secara genetis mula – mula terjadi dari satu sperma dan satu telur. Satu sperma memasuki sebuah telur dan satu individu baru mulai membuka diri. Kehidupan awal dari individu sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu, yaitu wanita yang mengandungnya. Adapun peranan ayah dalam menumbuhkan individu baru hanyalah memberikan kemungkinan yang tepat agar individu itu terkonsep. Apa pun yang diturunkan oleh seorang ayah kepada anaknya berupa sifat – sifat yang terkandung di dalam satu sperma yang terbuahkan.
            Perubahan dalam struktur kromosom dapat mempengaruhi pekerjaan genes. Hal – hal yang tidak diwariskan meliputi beberapa aspek, baik material pertumbuhan fisik maupun mental. Dari sifat genes yang dimiliki, individu dapat saja menjadi orang yang pemurung, periang, pendiam, lamban, bahkan cerdas. Tidak semua aspek pribadi manusia diwarisi dari orang tuanya. Hal – hal yang tidak diwariskan meliputi beberapa aspek, baik material pertumbuhan fisik maupun mental. Kesamaan material hereditas dapat melahirkan individu – individu yang berbeda dalam penampilan fisik. Hal ini belum tentu disebabkan oleh factor hereditas, tetapi karena perbedaan kondisi pertumbuhan itu dipengaruhi, baik oleh hereditas maupun lingkungan.
            Pertumbuhan terjadi secara fisiologis terhadap material kehidupan. Pertumbuhan material ternyata tidak hanya kuantitatif, tetapi juga kualitataif. Hukum – hukum yang mengatur pertumbuhan yaitu :
1.      Pertum,buhan bersifat kuantitatif secara kualitatif
2.      Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan teratur
3.       Tempo pertumbuhan adalah tidak sama
4.      Tahap perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda – beda
5.      Kecepatan serta bola pertumbuhan pertumbuhan dapat dimodifikasi oleh kondisi ini di dalam dan di luar badan, dan
6.      Setiap individu tumbuh menurut caranya masing – masing yang unik.
Keunikan pertumbuhan pada masing – masing individu antara lain disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan internal, kondisi lingkungan eksternal, materi hereditas, aktivitas, kondisi fisiologis seperti cacat fisik, usia, jenis kelamin, dan hasil belajar. (
Djaali. 2006: 16 - 19)

B.1.2. Pertumbuhan Bersifat Kompleks
            Aspek – aspek yang mempunyai pertumbuhan adalah anak sebagai keseluruhan ; umur mental anak mempengaruhi pertumbuhannya; permasalahan tingkah laku sering berhubungan dengan pola – pola pertumbuhan; dan penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan. (Djaali. 2006: 19 - 20)

B.1.3. Pertumbuhan Fisik yang Normal
            Pertumbuhan fisik berhubungan dengan perubahan tubuh yang menjadi lebih besar, lebih berat, atau lebih banyak. Secara kuantitatif, pertumbuhan fisik dapat diukur dengan inci, centimeter, meter, gram, ons, kilogram, dan sebagainya. Jantung semakin besar, tulang semakin panjang, keras dan berat, daging semakin besar, kenyal dan liat.
            Dalam pertumbuhan meliputi pertumbuhan kelenjar, pertumbuhan badan pada umumnya, pertumbuhan system saraf, dan pertumbuhan seksual. Pertumbuhan kelenjar terjadi secara pesat sejak lahir sampai umur 10 tahun, dan pada umur 12 tahun kecepatannya menurun sampai umur 10 tahun, dan pada umur 12 tahun kecepatannya menurun sampai umur 20 tahun. Pertumbyhan badan terjadi secara pesat pada tahun pertama, kemudian pada tahun kedua tumbuh konstan hingga 12 tahun, dan setelah itu sejak masa pubertas tumbuh secara pesat hingga umur 20 tahun. Pertumbuhan system saraf terjadi sejak lahir secara pesat sampai umur empat tahun, setelah itu kecepatannya berkurag sampai umur 12 tahun. Dari umur 12 tahun sampai umur 20 tahun, pertumbuhan system saraf kecepatannya tetap.
Pertumbuhan seksual terjadi secara menyolok mulai pada masa pubertas. Pada anak laki – laki, pubertas umumnya dimulai pada umur 12 atau 13 tahun, sedangkan pada anak perempuan lebih awal yaitu sejak menstruasi yang pertama pada sekitar umur 10 sampai 16 tahun, sehingga rata – rata menjelang umur 12 tahun. Pada masa pubertas inilah mulai tumbuh rambut – rambut khusus pada tubuh, baik laki – laki maupun perempuan. Pada anak laki – laki mulai terjadi perubahan suara yang menjadi lebih besar, badan semakin tegap. Pertumbuhan seksual yang secara pesat dimulai dari masa pubertas berlangsung terus secara pesat hingga umur 20 tahun.
Dengan demikian pertumbuhan jasmani sejak umur 21 tahun sampai tua terjadi secara kontan tetapi pasti. Mengenai pertumbuhan yang berhubungan dengan tinggi dan berat badan, hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan internal (misalnya makanan, gizi, perangai,dan lain - lain); kondisi lingkungan eksternal (missal suhu udara, aktivitas social,dan lain - lain); dan material herediter. (Soemanto, W. 1987: 51-53)

B.2. Perkembangan
Seperti telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang pertumbuhan, bahwa bertumbuh itu tidak sama dengan bertumbuh berkembang. Bagian pribadi yang material serta kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan bagian pribadi fungsional yang kualitatif mengalami perkembangan. Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional. Dari uraian ini, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi – fungsi.dengan demikian kita boleh merumuskan pengertian perkembangan pribadi sebagai perubahan kualitatif dari pada setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan belajar. (Soemanto, W. 1987: 54)
            Perkembangan manusia tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhannya. Pertumbuhan adalah sesuatu yang menyangkut materi jasmaniah yang dapat menumbuhkan fungsi dan bahkan perubahan fungsi pada materi jasmaniah. Perubahan jasmaniah dapat menghasilkan kematangan atas fungsinya. Kematangan fungsi jasmaniah sangat mempengaruhi perubahan pada fungsi psikologis. Oleh karena itu, perkembangan manusia tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhannya.

B.2.1. Hukum – hukum Perkembangan
            Seperti halnya pertumbuhan yang terjadi dengan hokum – hokum tertentu, demikian pulak perkembangan pun tidak terjadi secara kebetulan, melainkan dengan hokum – hokum tertentu pula. Adapun, hukum – hukum dalam perkembangan antara lain seperti yang dikemukakan di bawah ini.


1.    Perkembangan adalah kualitatif
Perkembangan tidak mengenai materi, melainkan mengenai fungsi. Kualitatif disini dihubungkan dengan hasil dari perubahan yang tidak dapat dihargai secara kuantitatif.
2.    Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil dari pada belajar.
Belajar merupakan kegiata yang dinamis, oleh karena itu wajarlah bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang menjadi berkembang. Perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang ini akan menentukan tingkat kedewasaan seseorang. Tingkat – tingkat kedewasaan seseorang merupakan indicator penting bagi perkembangan orang itu, baik secara jasmaniah maupun rohaniah / kejiwaan.
3.    Usia ikut mempengaruhi perkembangan
Dengan bertambahnya usia, maka pertumbuhan seseorang berlangsung terus menuju kepada tingkat kematangan – kematangan tertentu pada fungsi – fungsi jasmaniah. Kematangan fungsi jasmaniah dapat mempercepat proses perkembangan, baik pada fungsi jasmaniah itu sendiri maupun pada fungsi kejiwaan.
4.    Masing – masing individu mempunyai tempo perkembangan yang berbeda – beda
Dalam keadaan normal, perkembangan seseorang berlangsung dalam tempo tertentu yang tidak mesti sama bila dibandingkan dengan tempo perkembangan orang lain. Tempo perkembangan setiap fungsi pada masing – masing individu tidak sama. Ini berarti, bahwa gambaran keseluruhan pribadi seseorang pada setiap waktu menunjukkan posisi yang tepat jika dibandingkan dengan gambaran keseluruhan pribadi orang – orang lain.
5.    Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap spesies perkembangan individu mengikuti pola umum yang sama.         
Setiap individu berkembang dengan mengikuti pola umum yang sama, karena masing – masing individu memiliki material serta fungsi – fungsi yang sama untuk bertumbuh. Begitulah seterusnya, perkembangannya pribadi manusia selama periode perkembangannya mengikuti pola perkembangan ini memungkinkan pelayanan pendidikan berupa pengajaran klasikal serta perumusan tujuan akhir pendidikan.
6.    Perkembangan dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan
Factor hereditas dan lingkungan sama – sama penting bagi perkembangan individu. Hereditas menumbuhkan fungsi – fungsi dan kapasitas itu. Baik stimuli herediter, maupun stimuli lingkungan berinteraksi saling mempengaruhi untuk menimbulkan proses pertumbuhan dan perkembangan . kenyataan ini mengharuskan pendidikan melakukan usaha –usaha yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif; memotivasi kegiatan anak untuk belajar; dan membimbing perkembangan anak kearah perkembangan optimal.
7.    Perkembangan yang lambat dapat dipercepat
Perkembangan seseorang dikatakan terlambat apabila pribadinya tidak berkembang sesuai dengan pola perkembangannya sendiri yang normal. Keterlambatan perkembangan ini dapat dipercepat melalui kepemimpinan pengajaran yang didaktis, penciptaan lingkungan yang kondusif di sekolah dan di luar sekolah, serta motivasi kegiatan belajar pada anak didik.
8.    Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi
Perkembangan juga merupakan proses integrasi. Perkembangan pribadi kita terjadi dari sederhana menuju semakin kompleks. Kecakapan – kecakapan yang bersifat kompleks berkembang melalui koordinasi dan integrasi dari fungsi – fungsi yang lebih sederhana dan kecil – kecil. Anak yang belajar berjalan dimulai dari belajar duduk dengan sikap tegak serta belajar berjalan dimulai dari belajar duduk dengan sikap tegak serta meletakkan kaki – kai yang menggunakan fungsi – fungsi jasmani serta kekuatan yang semakin besar dan belajar menyadari gerakan merangkak, meraqmbat, dan melangkahkan kaki. (Soemanto, W. 1987: 56 - 59)

B.2.2. Tahap – tahap Perkembangan Pribadi Manusia
            Perkembangan pribadi manusia meliputi beberapa aspek perkembangan, antara lain perkembangan fisiologis, perkembangan psikologis, perkembangan social, dan perkembangan didaktis / pedagogis. Tahap – tahap perkembangan untuk tiap – tiap aspek tersebut tidaklah sama. Berikut ini dikemukakan tahap – tahap perkembangan pada tiap – tiap aspek secara umum.
  1. Tahap – tahap Perkembangan Fisiologis
Perkembangan fisiologis merupakan perubahan kualitatif terhadap struktur dan fungsi – fungsi fisiologis. Dengan adanya berbagai penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan biologis manusia, akhirnya orang pun dapat menemukan pengetahuan tentang tahap – tahap perkembangan fisiologis manusia secara mendetail.
Menurut Sigmund Freud seorang psikoanalis dengan pandangan yang menekan, bahwa kehidupan pribadi manusia pada dasarnya adalah “libido seksualis”, mengemukakan pendapat bahwa pribadi manusia mengalami perkembangan dengan dinamika yang tidak stabil sejak manusia di lahirkan sampai usia 20 tahun. Perkembangan darilahir sampai usia 20 tahun ini menrut Freud menentukan bagi pembentukanpribadi seseorang.
Freud mengemukakan adanya 6 tahap perkembangan fisiologis manusia yang meliputi yaitu :
a.       Tahap Oral ; (umur 0 – sekitar 1 tahun). Dalam tahap ini, mulut bayi merupakan daerah utama dari pada aktivitas yang dinamis pada manusia.
b.      Tahap Anal ; (antara umur 1 – 3 tahun). Dalam tahap ini, dorongan dan aktivitas gerak individu lebih banyak terpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
c.       Tahap falish, ; (antara umur 3 – sekitar 5 tahun). Dalam tahap ini, alat – alat kelamin merupakan daerah perhatian yang penting, dan pendorong aktivitas.
d.      Tahap latent ; (antara umur 5 sampai 12 dan 13 tahun). Dalam tahap ini dorongan – dorongan aktivitas dan pertumbuhan cenderung bertahan dan sepertinya istirahatdalam arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan.
e.       Tahap Pubertas ; (antara umur 12/13 – 20 tahun). Dalam tahap ini dorongan – dorongan aktif kembali, kelenjar – kelenjar indokrin tumbuh pesat dan berfungsi mempercepat pertumbuhan kea rah kematangan.
f.       Tahap Genital ; (setelah umur 20 tahun dan seterusnya). Dalam tahap ini pertumbuhan genital merupakan dorongan penting bagi tingkah laku seseoarang.
(Soemanto, W. 1987: 60-61)
  1. Perkembangan Psikologis
Perkembangan psikologis pribadi manusia dimulai sejak masa bayi hingga dewasa. Seperti halnya pada perkembangan fisiologis, maka perkembangan psikologis melalui pentahapan tertentu yang berbedadengan pentahapan perkembangan fisiologis. Mengenai perkembangan psiologis manuisa ini sudah banyak dibahas oleh para ahli. Di antara mereka telah ada usaha untuk menemukan tahap – tahap perkembangan jiwa dengan hasil yang berupa pendapat yang berbeda – beda.
Para ahli yang menggunakan aspek psikologis sebagai landasan dalam menganalisis tahap perkembangan, mencari pengalaman – pengalaman psikologis mana yang khas bagi individu pada umumnya dapat digunakan sebagai masa perpindahan dri fase yang satu ke fase yang lain dalam perkembangannya. Dalam hal ini para ahli ini para masa – masa kegoncangan.  Apabila perkembangan itu dapat dilukiskan sebagai proses evolusi, maka pada masa kegoncangan itu evolusi berubah menjadi revolusi.
Kegoncangan psikis itu dialami hamper oleh semua orang, karena itu dapat digunakan sebagai ancar – ancar perpindahan dari masa yang satu ke masa yang lain dalam proses perkembangan. Selama masa perkembangan, pada umumnya individu mengalami masa kegoncangan dua kali, yaitu (a) pada kira – kira tahun ketiga atau keempat, dan (b) pada permulaan masa pubertas.
Berdasarkan dua masa kegoncangan tersebut, perkembangan individu dapat digambarkan melwati tiga atau mas, yaitu ; 1) dari lahir sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat yang biasa disebut masa kanak – kanak), 2) dari mas kegoncangan pertama sampai pada masa kegoncangan kedua yang biasa disebut nasa keserasian bersekolah dan 3) dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang biasa disebut masa kematangan. (Tim Dosen. 2010: 9) 
  1. Perkembangan didaktis / pedagogis
Dasar didaktis atau pedagogis yang dipergunakan oleh para ahli ada beberapa kemungkinan : (1) Apa yang harus diberikan kepada anak didik pada masa – masa tertentu ?, (2) Bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada anak didik pada masa – masa tertentu ?, (3) Kedua hal tersebut dilakukan secara bersamaan. Yang dapat digolongkan ke dalam penahapan berdasarkan didaktis antara lain pendapat Cornenius dan pendapat Rosseau.
  1. Cornenius. Dipandang dari segi pendidikan, pendidikan yang lengkap bagi seseorang itu berlangsung dalam empat jenjang, yaitu a) Sekolah ibu (scola materna), untuk anak – anak 0,0 – 6,0 tahun; b) Sekolah bahasa ibu (scola vernaculan) untuk anak – anak usia 6,0 sampai 12,0; c) Sekolah latin (scola latina) untuk remaja usia 12,0 sampai 18 tahun; d) Akademi (academica) untuk pemuda – pemudi usia 18,0 sampai 24,0 tahun. Pada setiap sekolah tersebut harus diberikan bahan pengajaran (bahan pendidikan) yang sesuai dengan perkembangan anak didik, dan harus dipergunakan metode penyampaian yang sesuai dengan perkembangannya.
  2. Rosseau. Penahapan perkembangan menrut Rosseau adalah sebagai berikut :
1.    Tahap I : 0,0 sampai 2,0 tahun, usia asuhan.
2.    Tahap II : 2,0 sampai 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera.
3.    Tahap III : 12,0 sampai 15,0 periode pendidikan akal.
4.    Tahap IV : 15,0 sampai 20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.
(Tim Dosen PPD. 2010: 8 - 9)
            Tahap – tahap perkembangan pribadi manusia secara pedagogis dapat dikemukakan di sini menurut dua sudut tinjauan, yaitu dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan pendidikan dan dari sudut tinjaun teknis khusus perlakuan pendidikan. Mengenai tahap – tahap perkembangan pribadi dari sudut tinjauan teknis khusus perlakuan pendidikan, secara otomatis dapat kita ambil pentahapan perkembangan psikologis yang baru saja dikemukakan di atas  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
C.      Perbedaan Individual Peserta Didik
Perkembangan bagi setiap anak sebagai individu mempunyai sifat yang unik. Saufrorck dan Yussen (1972:17) menyatakan sebagai berikut, “Each us develops some other individuals, and like individuals like some othter individuals, and like no other individuals”.
Maksudnya bahwa tiap-tiap individu berkembang dengan cara tertentu, seperti individu lain, seperti beberapa individu yang lain, dan seperti tidak ada individu yang lain. Selain terdapat persamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang dialami setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan anak biasa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain.
Sesuai dengan konsep anak sebagai individu perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistic). Maksudnya, perkembangan itu terjadi tidak hanya dalam aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain. (Rahman Wahab, 1998/1999:15).
Dari perkembangan individu, dikenal dua fakta yang menonjol. Pertama, semua manusia memiliki kesamaan pola perkembangan yang bersifat umum, dan kedua setiap individu mempunyai kecendrungan yang berbeda (secara fisik maupun metal). Perbedaan tersebut ternyata lebih banyak bersiat kualitatif daripada kuantitatif.
Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan karateristik perseorangan atau yang berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Sifat orang yang satu berbeda denagn sifat orang lain. Perbedaan variasi yang terjadi pada aspek fisik maupun psikologis.
Mungkin saja ada dua orang individu yang memiliki ciri-ciri fisik yang hampir sama atau mirip, tetapi setelah diamati secara cermat ternyata keduanya berbeda. Perbedaan yang paling mudah dikenali adalah perbedaan fisik, seperti bentuk badan , warna kulit, bentuk muka, dan tinggi badan. Ciri lain yang segera dapat dikenali adalah perbedaan sikap dan tingkah lakunya. Ada siswa yang lincah, banyak bergerak, dan suka bicara, tetapi ada juga siswa yang pendiam, tidak aktif, dan nada suaranya rendah.


1.      Bidang –bidang Perbedaan Individual
Umur kronologis sebagai faktor yang mewakili tingkat kematangan seseorang hendaknya dilihat sebagai aspek pebedaan individual. Perbedaan individu ini berjenjang. Seorang anak dapat dikategorikan pada inteligen tinggi, sedang, dan rendah. Faktor dari luar seperti pengaruh keluarga, dan teknik-teknik mengajar tidak sepenuhnya cocok untuk setiap anak. Apalagi didalam individu sendiri ada perbedaan aspek kepribadian. Semua itu mempengaruhi pola sikap dan perilakunya. Seorang anak yang telah terbiasa disiplin dirumah, ia akan disiplin pula disekolah.
Banyak individu yang cenderung memilki sedikit perbedaan dalam kaitannya dengan sifat atau kondisi, sehingga mereka berada dalam kelompok rata-rata dari suatu distribusi frekuensi. Jumlah dan jenis pengalaman dan pengetahuan yang dibawa individu ke situasi tertentu mempengaruhi kapasitasnya untuk belajar atau sikapnya terhadap mata pelajaran tertentu. Jika siswa merasa bahwa ia telah mengetahui banyak tentang isi dari suatu mata pelajaran tertentu, ia mungkin akan kurang berminat untuk mempelajari mata pelajaran tersebut.
Garry 1963 (Oxendine, 1984:317) mengelompokkan individual kedalam bidang-bidang berikut ini:
a.       Perbedaan fisik, seperti usia, berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak.
b.      Perbedaan social, seperti status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
c.       Perbedaan kepribadian, seperti watak, motif, minat, dan sikap.
d.      Perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar.
e.       Perbedaan kecakapan disekolah.
Perbedaan fisik bukan saja terbatas pada ciri-ciri yang dapat diamati dengan panca indra, seperti tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, nada suara, dan bau keringat, tetapi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah diadakan pengukuran. Usia, berat badan, kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan dan semacamnya merupakan ciri-ciri yang tidak dapat diamati perbedannya dengan pengindraan.
Setiap individu selalu berhubungan social dengan sesamanya, disamping ia berhubungan dengan Sang Pencipta. Itulah sebabnya ia hidup berkelompok, berkeluarga, dan bermasyarakat. Lingkungan agama, keluarga, dan masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap  perbedaan individual. Perbedaan tersebut berpengaruh terhadap  perilaku mereka dirumah maupun disekolah. Gejala yang dapat diamati adalah bahwa mereka menjadi lebih atau kurang dalam bidang tertentu dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagian lebih mampu dalam bidang olahraga dan keterampilan, sebagian lagi lebih mampu dalam bidang kognitif atau yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
a.      Perbedaan Kognitif
Pada dasarnya, kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Hasil belajar ini merupakan perpaduan antara faktor pembawaaan dan pengaruh lingkungan. Dari hasil belajar yang diukur  terus belajar ini, tingkat kognitif seorang in divide dapat diketahui.
Tes hasil belajar menggambarkan kemampuan kognitif yang bervariasi. Variasi nilai tersebut menggambarkan perbedaan kemampuan kognitif tiap-tiap individu. Tes hasil belajar yang digunakan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai tes yang baik, sehingga tes tersebut harus valid dan andal (reliable). Jika persyaratan tersebut dapat dipenuhi, variasi nilai kemampuan kognitif yang dihasilkan akan membentuk sebuah kurva normal.
Tingkat intelegensi (IQ) seseorang pun sangat mempengaruhi kemampuan kognitifnya. Hubungan antara kecerdasan dengan nilai kemampuan kognitif berkorelasi signifikan dan positif. Semakin tinggi nilai kecerdasan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kemampuan kognitifnya.
b.      Perbedaan dalam kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakna dan sistematis. Kemampuan berbahasa ini berbeda antara satu individu dan individu lainnya serta sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan.
c.       Perbedaan dalam kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psikomotorik merupakan kemapuan untuk melakukan koordinasi kerja syaraf motorik yang dilakuakan oleh syaraf pusat untuk melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut terjadi karena adanya kerja syaraf yang sistematis. Alat indra menerima rangsangan, kemudian diteruskan melalui syaraf sensoris ke syaraf pusat (otak) untuk diolah, dan hasilnya dibawa oleh syaraf motorik untuk memberikan reaksi dalam bentuk gerakan –gerakan.
Semakin dewasa seseorang, semakin matang pula fungsi-fungsi fisiknya. Hal ini berarti ia akan mampu menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam  banyak hal, seperti kekuatan untuk mempertahankan perhatian, koordinasi otot, kecepatan berpenampilan dan resisten terhadap kelelahan. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah umur seseorang, ia akan semakin matang dan mampu menunjukkan tingkat kecakapan motorik yang makin tinggi.
Jelaslah bahwa kemampuan motorik dipengarui oleh kematangan pertumbuhan fisik dan tingkat kemampuan berpikir seseorang. Karena kematangan pertumbuhan fisik dan kemampuan berpikir setiap orang berbeda-beda kecakapan motorik masing-masing  pun berbeda. Ada orang yang cekatan, kurang terampil, dan ada orang yang lamban dalam mereaksi sesuatu.
d.      Perbedaan dalam latar belakang
Latar  belakang keluarga, baik dilihat dari segi sosio-ekonomi maupun sosio-kultural adalah berbeda-beda. Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial budaya maupun lingkungan fisik akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang dan pegalaman dapat memperlancar atau menghambat kemampuan atau prestasi seseorang. Pengalaman belajar yang dimiliki anak dirumah mempengaruhi kemauan dan keterampilan untuk berprestasi dalam situasi belajar yang disajikan. Minat dan sikapnya terhadap mata pelajaran tertentu, kecakapan atau kemauan untuk berkonsentrasi pada bahan pelajaran, dan kebiasaan-kebiasaan belajar merupakan faktor—faktor perbedaan individual diantara para siswa. Faktor-faktor tersebut kadang-kadang berkembang akibat sikap anggota keluarga dirumah dan lingkungan sekitar.
e.       Perbedaan bakat
Bakat adalah kemampuan khusus yang dibawa atau dimiliki seseorang sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang secara baik apabila mendapatkan rangsangan dan latihan secara tepat. Sebaliknya, bakat tersebut tidak akan berkembang jika lingkungan tidak memberikan kesempatan, dalam arti tidak ada rangsangan dan latihan yang baik. Dalam hal pengembangan bakat ini makna pendidikan menjadi sangat penting artinya.
f.        Perbedaan dalam kesiapan belajar
Perbedaan individual tidak hanya disebabkan oleh keragaman, kematangan, tetapi juga oleh keragaman latar belakang sebelumnya. Anak berumur 6 tahun yang memasuki sekolah dasar di kelas I, mungkin berbeda satu dua, bahkan tiga tahun dalam tingkat kesiapan untuk mengambil manfaat dari pendidikan formal. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa kemampuan mental bagi anak-anak kelas satu sekolah dasar ditemukan dalam rentangan umur kronologis  antara 3 tahun sampai 8 tahun. Hal ini berarti bahwa meskipun umur kronologis telah mencapai 8 tahun (yang secara normal anak ini seharusnya telah duduk dikelas dua atau tiga sekolah dasar), kemampuan belajarnya masih sama dengan mereka yang duduk dikelas satu. Hal ini menggambarkan pengaruh lingkungan keluarga yang amat buruk, sehingga kemampuan dan ekspresi berbahasanya kurang baik.
2.      Perbedaan Individual yang Unik
Setiap individu adalah khas atau unik. Artinya, ia memilki perbedaan yang lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari pebedaan fisik, pola berpikir dan cara merespons atau mempelajari hal baru. Dalam hal belajar, tiap-tiap individu memilki kelebihan dan kekurangan, dalam menyerap materi pelajaran. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk memenuhi tuntutan perbedaan individu. Di Negara maju, system pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa, sehingga individu dapat bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karateristik dirinya. Adapun di Idonesia, kita sering mendengar keluhan dari orangtua yang merasa sudah melakukan berbagai arah untuk membuat anaknya menjadi pintar dan terampil dengan menyekolahkan anaknya kesekolah terbaik memberi les privat, yang terkadang menyita waktu, usaha itu sering tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan justru menghasilkan  masalah. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara belajar sang anak dengan metode belajar yang diterapkan dalam pendidikannya. Padahal, sebaiknya cara belajar itu merupakan kombinasi dari bagaimana individual menyerap, lalu mengatur, dan mengelola informasi.
a.      Otak sebagai pusat belajar
Otak manusia merupakan kumpulan masssa protoplasma yang  paling kompleks yang terdapat dialam semesta. Otak dapat berfungsi aktif  dan reaktif selama lebih kurang seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar sehingga harus dijaga agar terhindar  dari kerusakan.
b.      Karateristik cara belajar
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karateristik cara belajar menurut De Porter & Hemacki (2001), dikategorikan sebagai berikut :
1.      Karateristik perilaku individu dengan cara belajar visual
Individu yang memilki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
§         Rapi dan teratur
§         Berbicara dengan tepat
§         Teliti dan rinci
§         Mementingkan penampilan
§         Mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik
§         Merupakan pembaca yang cepat dan tekun dll

2.      Karateristik perilaku individu dengan cara belajar auditorial
Individu yang memilki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
§         Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja
§         Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
§         Lebih senang mendengarkan daripada membaca
§         Jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras
§         Berbicara dengan sangat fasih dll
3.      Karateristik perilaku individu dengan cara belajar kinestetik
Individu yang memilki kemampuan belajar  kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
§         Berbicara dengan perlahan
§         Menanggapi perhatian fisik
§         Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka
§         Memiliki perkembangan otot yang baik
§         Banyak menggunakan bahasa tubuh dll
Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar yang paling menonjol dari diri seseorang , orangtua diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana  dalam memilih metode belajar yang sesuai. Bagi remaja yang mengalami kesulitan belajar, cobalah untuk merenungkan dan mengingat-ingat kembali karateristik belajar yang paling efektif.

D.  Konsep Belajar
1.      Konsep Kebutuhan Individu
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik karena pengalaman kehidupan sosial yang semakin luas. Kebutuhan itu timbul karena adanya dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1971:70, Lefton, 1982:137). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Lebih lanjut, Lefton (1982) menyatakan bahwa kebutuhan dapat muncul karena keadaan psikologis yang mengalami goncangan atau tidak keseimbangan. Munculnya kebutuhan tersebut untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan hidup.
Kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli. Contoh kebutuhan primer, antara lain adalah makan, minum, bernapas dan kehangatan tubuh. Pada tingkat remaja dan dewasa, kebutuhan primer ini dapat bertambah, yaitu kebutuhan seks.
Adapun kebutuhan sekunder umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif yang dipelajari, seperti kebutuhan untuk mengejar pengetahuan, kebutuhan untuk mengikuti pola hidup masyarakat, kebutuhan akan hiburan, alat transportasi dan semacamnya. Klasifikasi kebutuhan menjadi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder sering digunakan, namun pengklasifikasiannya semacam ini sering membingungkan. Oleh karena itu, Cole dan Bruce (1959) (Oxendine, 1984:227) yang mengajukan istilah yang berbeda, yaitu kebutuhan viscerogenic dan kebutuhan psychogenic. Beberapa contoh kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, istirahat, seksual, perlindungan diri sedangkan kelompok kebutuhan psikologis seperti yang dikemukakan Maslow (1943) mencakup (i) kebutuhan untuk memiliki sesuatu, (ii) kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, (iii) kebutuhan akan keyakinan diri, dan (iv) kebutuhan aktualisasi diri. Dalam perkembangan kehidupan yang semakin kompleks, pemisahan jenis kebutuhan yang didorong oleh motif asli dan motif-motif yang lain semakin sukar dibedakan.
Kebutuhan sosial psikologis seorang individu terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kondisi kehidupannya yang semakin luas dan kompleks. Freud mengemukakan bahwa sikap dan perilaku manusia didorong oleh faktor seksual (dorongan seksual) dengan yang teorinya  yang terkenal sebagai teori libido seksual ini. Ia mengemukakan bahwa prinsip kenikmatan senantiasa mendasari perkembangan sikap dan perilaku manusia, dan dengan prinsip itu, ia menyatakan bahwa faktor pendorong utama perilaku manusia adalah dorongan seksual.
Menurut teori Freud, struktur kepribadian seseorang berunsurkan tiga komponen utama, yaitu id, ego dan superego. Ketiganya merupakan faktor-faktor penting yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku manusia serta struktur pribadi. Teori psikoanalisis Freud diawali dengan mengemukakan asumsi bahwa dorongan utama yang pada hakikatnya berada pada id, senantiasa akan muncul pada setiap perilaku. Id dikenal sebagai insting pribadi dan merupakan dorongan asli yang dibawa sejak lahir. Id merupakan sumber kekuatan insting pribadi yang bekerja atas dasar prinsip kenikmatan yang pada proses berikutnya akan memunculkan kebutuhan dan keinginan. Ego adalah komponen kepribadian yang praktis dan rasional; berdasarkan egonya, manusia mencari kepuasan atau kenikmatan berdasarkan kenyataan. Jadi, ego adalah komponen pribadi yang mewakili kenyataan (realita), berfungsi menghambat munculnya dorongan asli (id) secara bebas dalam berbagai bentuk. Dengan demikian, tugas ego adalah menyelaraskan (menyeimbangkan) pertentangan yang terjadi antara id dan tuntutan sosial. Kadang-kadang, tugas ego mencegah untuk muncul, tetapi pada umumnya ego mendorong manusia bertindak berdasarkan id-nya. Atas dasar pandangan ini, teori Freud tentang pembentukan pribadi dikenal sebagai conflict theory. Penyelesaian pertentangan atau konflik antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial ini adalah pendekatan analisis psikologis. Adapun superego merupakan bagian sesuai dengan sistem moral dan ideal.
Erik Erickson (Buss, 1978:393-393) dalam menyelesaikan pertentangan antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial mengajukan pandangan yang sekaligus merupakan revisi bagi teori Freud. Pendekatan yang dikemukakan untuk menyelesaikan pertentangan yang dikemukakan Erickson lebih bersifat sosial dan berorientasi pada ego. Erickson lebih melihat kepentingan sosial. Revisi ini dimaksudkan agar kebutuhan-kebutuhan dalam perkembangan manusia perlu lebih dilihat dari sisi kepentingan sosial.
Carl Rogers (1902) (dalam Buss, 1078:395) juga mengemukakan pendekatan tentang perkembangan pribadi individu. Dinyatakan bahwa seorang individu pada hakikatnya mencoba mengekspresikan kemampuan, potensi dan bakatnya untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi sempurna yang sempurna atau mapan. Rogers menyatakan dalam teorinya bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Apabila pengaktualisasi diri itu dapat diwujudkan, hal itu merupakan pertanda bahwa individu itu telah mencapai tingkat pertumbuhan pribadi yang semakin luas lingkupnya sehingga ia menjadi lebih bersikap sosial. Manusia dapat mengantualisasi diri dengan baik apabila mampu memperluas/mengembangkan konsep dirinya.
Beberapa psikologi, seperti Carl Rogers (1951), Arthus W. Combs dan Snygg (1959) menyakini bahwa motif dasar manusia adalah “need for adequacy”, yang mereka artikan sebagai suatu “great driving striving, force in each of us by which we are continually seeking to make ourselves ever more adequate to cope with life” (Lindgren, 1980:36). Kebutuhan akan menyakinkan diri ini diekspresikan melakui dua bentuk perilaku, yaitu kebutuhan mempertahankan diri (maintenance) dan mengembangkan diri (enchancement). Sejak lahir hingga meninggal, kebutuhan manusia untuk mempertahankan dirinya agar tetap hidup merupakan kebutuhan dasar. Hal ini berarti menempatkan fungsi organisme menjadi amat penting artinya. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kebutuhan untuk mempertahankan diri itu sebenarnya bukan sekedar tertuju agar manusia tetap hidup, melainkan lebih dari itu, yakni setiap individu senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya yang lebih memadai atau untuk menjadi lebih baik.
Kebutuhan psikologis muncul dalam kehidupan manusia, seperti apa yang dialami setiap hari secara emosional, yaitu : senang, puas, susah, lega, kecewa, dan semacamnya. Karena hidup bersama di dalam masyarakat, manusia ingin mengatur dan mengikuti peraturan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat, sekaligus kadang-kadang hal ini amat sukar. Untuk itu, manusia belajar memahami norma-norma atau sifat-sifat norma, artinya perilaku manusia diarahkan dan disesuaikan dengan kehidupan bermasyarakat. Dalam dunia pendidikan, ada kalanya berkembang norma-norma baru dan norma itu segera diberlakukan di masyarakat. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia juga berkembang kebutuhan-kebutuhan normatif, yaitu kebutuhan yang ditentukan dan sesuai dengan harapan-harapan pihak lain dan yang diterima oleh dirinya, sekarang maupun yang akan datang.
2.      Kebutuhan Dasar Individu
Pada bayi, perilakunya didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan biologis, yakni kebutuhan untuk mempertahankan diri. Kebutuhan ini disebut definciency need artinya kebutuhan untuk pertumbuhan dan memang diperlukan untuk hidup (survival). Kemudian, pada masa kehidupan berikutnya, muncul kebutuhan untuk mengembangkan diri. Berkembangnya kebutuhan ini terjadi karena pengaruh faktor lingkungan dan faktor belajar; seperti kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memiliki (yang ditandai berkembangnya “aku” manusia kecil), kebutuhan harga diri, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan munculnya kebutuhan untuk bersaing dengan yang lain.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Henry A. Murray (Lindgren 1980:40) dunyatakan sebagai need for offilation atau disingkat n’Aff dan need for achievement sebagai n’Ach. Carl Rogers dan Abraham H. Maslow (1954) menyebut n’aff ini sebagai self actualizing need. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri yang ditandai oleh berkembangnya kemampuan mengekspresikan diri, yaitu menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri pada dasarnya merupakan perkembangkan dari kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi karena di dalamnya termasuk kebutuhan untuk berprestasi.
Dalam tingkat perkembangan tertentu, seorang individu berupaya memiliki teman sejawat, mendapatkan kasih sayang dan memiliki benda-benda yang disenanginya. Dengan munculnya kebutuhan tersebut berarti di dalam dirinya telah terjadi kontak dengan dunia luar dirinya, dengan “yang lain” atau n’Aff. Sebagaimana telah dikatakan, kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan jasmaniah atau organisme, baik yang berkaitan dengan usaha mengembangkan diri, memperoleh keamanan, maupun, mempertahankan diri. Remaja sebagai individu atau manusia pada umumnya juga mempunyai kebutuhan dasar tersebut. Secara lengkap, kebutuhan dasar seorang individu sebagai berikut (Lindgren, 1980:42):
1.    Kebutuhan individu untuk mendapatkan teman sejawat
2.    Kebutuhan individu untuk berhasil dan munculnya kebutuhan untuk bersaing
3.    Kebutuhan individu untuk mengembangkan diri dan memiliki benda yang disenangi
4.    Kebutuhan individu untuk mendapatkan kasih sayang dan cinta kasih
Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hierarki, dari kebutuhan yang bertingkat renda, yaitu kebutuhan jasmaniah sampai dengan kebutuhan yang bertingkat tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Hierarki kebutuhan ini sejalan dengan teori kebutuhan yang dikemukakan Maslow (Lefton, 1982:171).
Menurut Lewis dan Lewis (1993), kegiatan remaja atau manusia itu didorong oleh berbagai kebutuhan, yaitu:
a.    Kebutuhan jasmaniah
b.    Kebutuhan psikologis
c.    Kebutuhan ekonomi
d.   Kebutuhan sosial
e.    Kebutuhan politik
f.       Kebutuhan penghargaan, dan
g.    Kebutuhan aktualisasi diri (Fatimah. 2006: 129-141)
Hubungan Jurnal Peningkatan kemampuan Pendidikan Non Formal Dalam Implementasi pembelajaran dengan Perbedaan Peserta Didik dan Kebutuhannya.

            Dalam proses pembelajaran interaksi antara kebutuhan peserta didik dengan pendidik saling mempengaruhi dengan keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu pendidik harus memperhatikan berbagai faktor baik internal maupun eksternal sehingga situasi yang kondusif bagi terjadinya proses belajar agar pendidik dapat menyediakan situasi dan kondisi
Yang kondusif maka pendidik hendaknya menyusun langkah – langkah ataupun tahap pembelajaran sehingga proses belajar akan lebih sistematis sehingga mudah dikontrol.
            Pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh perencanaan yang baik pula. Pembelajaran berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam proses belajar – membelarjarkan. Proses belajar dan membelajarkan merupakan dua hal yang berbeda tetapi membentuk satu kesatuan ibarat mata uang yang berisi dua proses pembelajaran. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik atau sebagai warga belajar sedangkan membelajarkan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik yang sangat mempengaruhi kediatan belajar peserta didik atau warga belajar.
            Kebutuhan peserta didik tentunya harus ada proses pencapaian. Semakin besar perubahan atau perkembangan itu dapat dicapai oleh peserta didik atau warga belajar maka makin baiklah proses belajar. Jika tujuan pembelajaran belum tercapai maka diadakan perbaikan sistem pengembangan materi pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran yang tepat, penilaian formatif dan sumatif. 
            Guru sebagai pendidik harus mampu mengerti kebutuhan dari anak didiknya agar mampu menjalin komunikasi yang baik dengan siswanya dan sebaliknya. Untuk dapat mengerti hal itu Guru perlu mendekati siswa secara lebih mendalam dengan pendekatan psikologi pendidikan salah satunya adalah dengan mengadakan pendidikan non-formal diluar jam sekolah. Ini penting agar lebih memacu siswa dalam mengembangkan jati diri dan kreativitasnya agar tidak terfokus pada mata pelajaran yang ada disekolah.
            Untuk dapat melaksanakan hal ini maka guru perlu melakukan pendekatan personal maupun nonpersonal. Contohnya jika ada siswa yang bermasalah dalam hal pendidikan formal maka seorang guru harus bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan pendekatan personal seperti memanggilnya ke ruang guru untuk mendiskusikannya.
Kesimpulan dan Saran :

            Berdasarkan bahasan diatas maka dapat disimpulkan :
1.      setiap peserta didik berbeda baik secara individual maupun kebutuhannya oleh karena itu Guru harus bisa mengetahui personal dari anak didik sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan implementasi pembelajaran.
2.      Setiap individu adalah khas atau unik. Artinya, ia memilki perbedaan yang lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari pebedaan fisik, pola berpikir dan cara merespons atau mempelajari hal baru.
3.      Dalam hal belajar, tiap-tiap individu memilki kelebihan dan kekurangan, dalam menyerap materi pelajaran
4.      Kebutuhan peserta didik tentunya harus ada proses pencapaian. Semakin besar perubahan atau perkembangan itu dapat dicapai oleh peserta didik atau warga belajar maka makin baiklah proses belajar. Jika tujuan pembelajaran belum tercapai maka diadakan perbaikan sistem pengembangan materi pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran yang tepat, penilaian formatif dan sumatif
5.      Perbedaan individu ini berjenjang. Seorang anak dapat dikategorikan pada inteligen tinggi, sedang, dan rendah. Faktor dari luar seperti pengaruh keluarga, dan teknik-teknik mengajar tidak sepenuhnya cocok untuk setiap anak.
6.      Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik karena pengalaman kehidupan sosial yang semakin luas.
7.      kebutuhan dasar seorang individu ada empat :
1.            Kebutuhan individu untuk mendapatkan teman sejawat
2.            Kebutuhan individu untuk berhasil dan munculnya kebutuhan untuk bersaing
3.            Kebutuhan individu untuk mengembangkan diri dan memiliki benda yang disenangi
4.            Kebutuhan individu untuk mendapatkan kasih sayang dan cinta kasih
Saran :
Sebagai calon guru yang professional hendaknya dapat mengetahui perbedaan setiap perserta didik beserta kebutuhannya dalam proses pembelajaran sehingga Guru dapat mengakomodir setiap siswa dengan variasi yang berbeda, dengan berbagai metode pendekatan baik personal maupun secara non-personal.
DAFTAR PUSTAKA


Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara (hal. 16)
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : Pustaka Setia
Soemanto, W. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta ; Bumi Aksara (hal 51-53)
Tim Dosen. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Medan : FMIPA
Nursam. 2010. Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF-Vol.3, No.2-2008. Bandung: UPI

Makalah Psikologi Pendidikan





Perbedaan Peserta Didik
& Kebutuhan Belajarnya,Created



By :
Kelompok  VII
 









HERI JUNAWAN PURBA
RUSSI F MISNA
SCIENCE ROMA U.TOBING
SITI MARDHIANA
SITI NUR SARAH HARAHAP
BIOLOGI DIK B ’08




 

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
PERBEDAAN PESERTA DIDIK
DAN
KEBUTUHAN BELAJAR

A.  Pengertian Peserta Didik
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Selain itu, peserta didik dapat pula diartikan sebagai anak atau individu yang tergolong dan tercatat sebagai sisea di dalam satuan pendidikan.
Setiap individu yang dikatakan sebagia peserta didik apabila ia telah memasuki usia sekolah. Usia 4 sampai 6 tahun, di Taman Kanak-Kanak. Usia 6 sampai 7 tahun di Sekolah Dasar. Usia 13 sampai 16 tahun di SMP dan usia 16 sampai19 tahun di SLTA.
(Fatimah, 2006: 19)

B.  Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
            Istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” sering digunakan orang secara “interchangeably” artinya kedua istilah itu dipakai secara silih berganti dengan maksud yang sama. Dua bagian yang kondisional dari manusia meliputi pribadi yang bersifat material kuantitatif yang mengalami pertumbuhan, dan pribadi yang fungsional kualitatif yang mengalami perkembangan. Sebenarnya masing – masing istilah ini mempunyai pengertian yang berbeda, dan perbedaan ini masih jarang diperhatikan orang, begitu pula oleh sebagian besar para ahli atau penulis tentang psikologi pendidikan. Di bawah ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kehidupan manusia.

B.1. Pertumbuhan
            Pertumbuhan artinya perubahan secara progesif, secara terus – menerus. Perubahan progesif artinya perubahan itu menuju kearah kemajuan, kearah kesempurnaan. Perubahan – perubahan itu tidak hanya berwujud perubahan besar, panjang dan berat, tetapi juga berwujud perubahan struktur dan bentuk. Misalnya pertumbuhan otak tidak hanya bertambah berat tetapi juga bertambah kompleks susunannya dari masa – masa yang lampau. Perubahan – perubahan itu masih tetap terjadi walaupun otak itu bertambah berat dan besarnya mencapai batas maksimum. (Tim Dosen PPD. 2010: 1)
            Pertumbuhan diartikan perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. Pertumbuhan dinyatakan dalam bentuk perubahan yang terjadi pada bagian – bagian material, tetapi pertumbuhan itu sendiri mempunyai sifat kesatuan dan keumuman, dalam hal ini suatu organisme. (Djaali. 2006: 16)

B.1.1. Pertumbuhan Pribadi Manusia
            Manusia secara genetis mula – mula terjadi dari satu sperma dan satu telur. Satu sperma memasuki sebuah telur dan satu individu baru mulai membuka diri. Kehidupan awal dari individu sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu, yaitu wanita yang mengandungnya. Adapun peranan ayah dalam menumbuhkan individu baru hanyalah memberikan kemungkinan yang tepat agar individu itu terkonsep. Apa pun yang diturunkan oleh seorang ayah kepada anaknya berupa sifat – sifat yang terkandung di dalam satu sperma yang terbuahkan.
            Perubahan dalam struktur kromosom dapat mempengaruhi pekerjaan genes. Hal – hal yang tidak diwariskan meliputi beberapa aspek, baik material pertumbuhan fisik maupun mental. Dari sifat genes yang dimiliki, individu dapat saja menjadi orang yang pemurung, periang, pendiam, lamban, bahkan cerdas. Tidak semua aspek pribadi manusia diwarisi dari orang tuanya. Hal – hal yang tidak diwariskan meliputi beberapa aspek, baik material pertumbuhan fisik maupun mental. Kesamaan material hereditas dapat melahirkan individu – individu yang berbeda dalam penampilan fisik. Hal ini belum tentu disebabkan oleh factor hereditas, tetapi karena perbedaan kondisi pertumbuhan itu dipengaruhi, baik oleh hereditas maupun lingkungan.
            Pertumbuhan terjadi secara fisiologis terhadap material kehidupan. Pertumbuhan material ternyata tidak hanya kuantitatif, tetapi juga kualitataif. Hukum – hukum yang mengatur pertumbuhan yaitu :
1.      Pertum,buhan bersifat kuantitatif secara kualitatif
2.      Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan teratur
3.       Tempo pertumbuhan adalah tidak sama
4.      Tahap perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda – beda
5.      Kecepatan serta bola pertumbuhan pertumbuhan dapat dimodifikasi oleh kondisi ini di dalam dan di luar badan, dan
6.      Setiap individu tumbuh menurut caranya masing – masing yang unik.
Keunikan pertumbuhan pada masing – masing individu antara lain disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan internal, kondisi lingkungan eksternal, materi hereditas, aktivitas, kondisi fisiologis seperti cacat fisik, usia, jenis kelamin, dan hasil belajar. (
Djaali. 2006: 16 - 19)

B.1.2. Pertumbuhan Bersifat Kompleks
            Aspek – aspek yang mempunyai pertumbuhan adalah anak sebagai keseluruhan ; umur mental anak mempengaruhi pertumbuhannya; permasalahan tingkah laku sering berhubungan dengan pola – pola pertumbuhan; dan penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan. (Djaali. 2006: 19 - 20)

B.1.3. Pertumbuhan Fisik yang Normal
            Pertumbuhan fisik berhubungan dengan perubahan tubuh yang menjadi lebih besar, lebih berat, atau lebih banyak. Secara kuantitatif, pertumbuhan fisik dapat diukur dengan inci, centimeter, meter, gram, ons, kilogram, dan sebagainya. Jantung semakin besar, tulang semakin panjang, keras dan berat, daging semakin besar, kenyal dan liat.
            Dalam pertumbuhan meliputi pertumbuhan kelenjar, pertumbuhan badan pada umumnya, pertumbuhan system saraf, dan pertumbuhan seksual. Pertumbuhan kelenjar terjadi secara pesat sejak lahir sampai umur 10 tahun, dan pada umur 12 tahun kecepatannya menurun sampai umur 10 tahun, dan pada umur 12 tahun kecepatannya menurun sampai umur 20 tahun. Pertumbyhan badan terjadi secara pesat pada tahun pertama, kemudian pada tahun kedua tumbuh konstan hingga 12 tahun, dan setelah itu sejak masa pubertas tumbuh secara pesat hingga umur 20 tahun. Pertumbuhan system saraf terjadi sejak lahir secara pesat sampai umur empat tahun, setelah itu kecepatannya berkurag sampai umur 12 tahun. Dari umur 12 tahun sampai umur 20 tahun, pertumbuhan system saraf kecepatannya tetap.
Pertumbuhan seksual terjadi secara menyolok mulai pada masa pubertas. Pada anak laki – laki, pubertas umumnya dimulai pada umur 12 atau 13 tahun, sedangkan pada anak perempuan lebih awal yaitu sejak menstruasi yang pertama pada sekitar umur 10 sampai 16 tahun, sehingga rata – rata menjelang umur 12 tahun. Pada masa pubertas inilah mulai tumbuh rambut – rambut khusus pada tubuh, baik laki – laki maupun perempuan. Pada anak laki – laki mulai terjadi perubahan suara yang menjadi lebih besar, badan semakin tegap. Pertumbuhan seksual yang secara pesat dimulai dari masa pubertas berlangsung terus secara pesat hingga umur 20 tahun.
Dengan demikian pertumbuhan jasmani sejak umur 21 tahun sampai tua terjadi secara kontan tetapi pasti. Mengenai pertumbuhan yang berhubungan dengan tinggi dan berat badan, hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan internal (misalnya makanan, gizi, perangai,dan lain - lain); kondisi lingkungan eksternal (missal suhu udara, aktivitas social,dan lain - lain); dan material herediter. (Soemanto, W. 1987: 51-53)

B.2. Perkembangan
Seperti telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang pertumbuhan, bahwa bertumbuh itu tidak sama dengan bertumbuh berkembang. Bagian pribadi yang material serta kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan bagian pribadi fungsional yang kualitatif mengalami perkembangan. Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional. Dari uraian ini, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi – fungsi.dengan demikian kita boleh merumuskan pengertian perkembangan pribadi sebagai perubahan kualitatif dari pada setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan belajar. (Soemanto, W. 1987: 54)
            Perkembangan manusia tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhannya. Pertumbuhan adalah sesuatu yang menyangkut materi jasmaniah yang dapat menumbuhkan fungsi dan bahkan perubahan fungsi pada materi jasmaniah. Perubahan jasmaniah dapat menghasilkan kematangan atas fungsinya. Kematangan fungsi jasmaniah sangat mempengaruhi perubahan pada fungsi psikologis. Oleh karena itu, perkembangan manusia tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhannya.

B.2.1. Hukum – hukum Perkembangan
            Seperti halnya pertumbuhan yang terjadi dengan hokum – hokum tertentu, demikian pulak perkembangan pun tidak terjadi secara kebetulan, melainkan dengan hokum – hokum tertentu pula. Adapun, hukum – hukum dalam perkembangan antara lain seperti yang dikemukakan di bawah ini.


1.    Perkembangan adalah kualitatif
Perkembangan tidak mengenai materi, melainkan mengenai fungsi. Kualitatif disini dihubungkan dengan hasil dari perubahan yang tidak dapat dihargai secara kuantitatif.
2.    Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil dari pada belajar.
Belajar merupakan kegiata yang dinamis, oleh karena itu wajarlah bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang menjadi berkembang. Perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang ini akan menentukan tingkat kedewasaan seseorang. Tingkat – tingkat kedewasaan seseorang merupakan indicator penting bagi perkembangan orang itu, baik secara jasmaniah maupun rohaniah / kejiwaan.
3.    Usia ikut mempengaruhi perkembangan
Dengan bertambahnya usia, maka pertumbuhan seseorang berlangsung terus menuju kepada tingkat kematangan – kematangan tertentu pada fungsi – fungsi jasmaniah. Kematangan fungsi jasmaniah dapat mempercepat proses perkembangan, baik pada fungsi jasmaniah itu sendiri maupun pada fungsi kejiwaan.
4.    Masing – masing individu mempunyai tempo perkembangan yang berbeda – beda
Dalam keadaan normal, perkembangan seseorang berlangsung dalam tempo tertentu yang tidak mesti sama bila dibandingkan dengan tempo perkembangan orang lain. Tempo perkembangan setiap fungsi pada masing – masing individu tidak sama. Ini berarti, bahwa gambaran keseluruhan pribadi seseorang pada setiap waktu menunjukkan posisi yang tepat jika dibandingkan dengan gambaran keseluruhan pribadi orang – orang lain.
5.    Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap spesies perkembangan individu mengikuti pola umum yang sama.         
Setiap individu berkembang dengan mengikuti pola umum yang sama, karena masing – masing individu memiliki material serta fungsi – fungsi yang sama untuk bertumbuh. Begitulah seterusnya, perkembangannya pribadi manusia selama periode perkembangannya mengikuti pola perkembangan ini memungkinkan pelayanan pendidikan berupa pengajaran klasikal serta perumusan tujuan akhir pendidikan.
6.    Perkembangan dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan
Factor hereditas dan lingkungan sama – sama penting bagi perkembangan individu. Hereditas menumbuhkan fungsi – fungsi dan kapasitas itu. Baik stimuli herediter, maupun stimuli lingkungan berinteraksi saling mempengaruhi untuk menimbulkan proses pertumbuhan dan perkembangan . kenyataan ini mengharuskan pendidikan melakukan usaha –usaha yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif; memotivasi kegiatan anak untuk belajar; dan membimbing perkembangan anak kearah perkembangan optimal.
7.    Perkembangan yang lambat dapat dipercepat
Perkembangan seseorang dikatakan terlambat apabila pribadinya tidak berkembang sesuai dengan pola perkembangannya sendiri yang normal. Keterlambatan perkembangan ini dapat dipercepat melalui kepemimpinan pengajaran yang didaktis, penciptaan lingkungan yang kondusif di sekolah dan di luar sekolah, serta motivasi kegiatan belajar pada anak didik.
8.    Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi
Perkembangan juga merupakan proses integrasi. Perkembangan pribadi kita terjadi dari sederhana menuju semakin kompleks. Kecakapan – kecakapan yang bersifat kompleks berkembang melalui koordinasi dan integrasi dari fungsi – fungsi yang lebih sederhana dan kecil – kecil. Anak yang belajar berjalan dimulai dari belajar duduk dengan sikap tegak serta belajar berjalan dimulai dari belajar duduk dengan sikap tegak serta meletakkan kaki – kai yang menggunakan fungsi – fungsi jasmani serta kekuatan yang semakin besar dan belajar menyadari gerakan merangkak, meraqmbat, dan melangkahkan kaki. (Soemanto, W. 1987: 56 - 59)

B.2.2. Tahap – tahap Perkembangan Pribadi Manusia
            Perkembangan pribadi manusia meliputi beberapa aspek perkembangan, antara lain perkembangan fisiologis, perkembangan psikologis, perkembangan social, dan perkembangan didaktis / pedagogis. Tahap – tahap perkembangan untuk tiap – tiap aspek tersebut tidaklah sama. Berikut ini dikemukakan tahap – tahap perkembangan pada tiap – tiap aspek secara umum.
  1. Tahap – tahap Perkembangan Fisiologis
Perkembangan fisiologis merupakan perubahan kualitatif terhadap struktur dan fungsi – fungsi fisiologis. Dengan adanya berbagai penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan biologis manusia, akhirnya orang pun dapat menemukan pengetahuan tentang tahap – tahap perkembangan fisiologis manusia secara mendetail.
Menurut Sigmund Freud seorang psikoanalis dengan pandangan yang menekan, bahwa kehidupan pribadi manusia pada dasarnya adalah “libido seksualis”, mengemukakan pendapat bahwa pribadi manusia mengalami perkembangan dengan dinamika yang tidak stabil sejak manusia di lahirkan sampai usia 20 tahun. Perkembangan darilahir sampai usia 20 tahun ini menrut Freud menentukan bagi pembentukanpribadi seseorang.
Freud mengemukakan adanya 6 tahap perkembangan fisiologis manusia yang meliputi yaitu :
a.       Tahap Oral ; (umur 0 – sekitar 1 tahun). Dalam tahap ini, mulut bayi merupakan daerah utama dari pada aktivitas yang dinamis pada manusia.
b.      Tahap Anal ; (antara umur 1 – 3 tahun). Dalam tahap ini, dorongan dan aktivitas gerak individu lebih banyak terpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
c.       Tahap falish, ; (antara umur 3 – sekitar 5 tahun). Dalam tahap ini, alat – alat kelamin merupakan daerah perhatian yang penting, dan pendorong aktivitas.
d.      Tahap latent ; (antara umur 5 sampai 12 dan 13 tahun). Dalam tahap ini dorongan – dorongan aktivitas dan pertumbuhan cenderung bertahan dan sepertinya istirahatdalam arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan.
e.       Tahap Pubertas ; (antara umur 12/13 – 20 tahun). Dalam tahap ini dorongan – dorongan aktif kembali, kelenjar – kelenjar indokrin tumbuh pesat dan berfungsi mempercepat pertumbuhan kea rah kematangan.
f.       Tahap Genital ; (setelah umur 20 tahun dan seterusnya). Dalam tahap ini pertumbuhan genital merupakan dorongan penting bagi tingkah laku seseoarang.
(Soemanto, W. 1987: 60-61)
  1. Perkembangan Psikologis
Perkembangan psikologis pribadi manusia dimulai sejak masa bayi hingga dewasa. Seperti halnya pada perkembangan fisiologis, maka perkembangan psikologis melalui pentahapan tertentu yang berbedadengan pentahapan perkembangan fisiologis. Mengenai perkembangan psiologis manuisa ini sudah banyak dibahas oleh para ahli. Di antara mereka telah ada usaha untuk menemukan tahap – tahap perkembangan jiwa dengan hasil yang berupa pendapat yang berbeda – beda.
Para ahli yang menggunakan aspek psikologis sebagai landasan dalam menganalisis tahap perkembangan, mencari pengalaman – pengalaman psikologis mana yang khas bagi individu pada umumnya dapat digunakan sebagai masa perpindahan dri fase yang satu ke fase yang lain dalam perkembangannya. Dalam hal ini para ahli ini para masa – masa kegoncangan.  Apabila perkembangan itu dapat dilukiskan sebagai proses evolusi, maka pada masa kegoncangan itu evolusi berubah menjadi revolusi.
Kegoncangan psikis itu dialami hamper oleh semua orang, karena itu dapat digunakan sebagai ancar – ancar perpindahan dari masa yang satu ke masa yang lain dalam proses perkembangan. Selama masa perkembangan, pada umumnya individu mengalami masa kegoncangan dua kali, yaitu (a) pada kira – kira tahun ketiga atau keempat, dan (b) pada permulaan masa pubertas.
Berdasarkan dua masa kegoncangan tersebut, perkembangan individu dapat digambarkan melwati tiga atau mas, yaitu ; 1) dari lahir sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat yang biasa disebut masa kanak – kanak), 2) dari mas kegoncangan pertama sampai pada masa kegoncangan kedua yang biasa disebut nasa keserasian bersekolah dan 3) dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang biasa disebut masa kematangan. (Tim Dosen. 2010: 9) 
  1. Perkembangan didaktis / pedagogis
Dasar didaktis atau pedagogis yang dipergunakan oleh para ahli ada beberapa kemungkinan : (1) Apa yang harus diberikan kepada anak didik pada masa – masa tertentu ?, (2) Bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada anak didik pada masa – masa tertentu ?, (3) Kedua hal tersebut dilakukan secara bersamaan. Yang dapat digolongkan ke dalam penahapan berdasarkan didaktis antara lain pendapat Cornenius dan pendapat Rosseau.
  1. Cornenius. Dipandang dari segi pendidikan, pendidikan yang lengkap bagi seseorang itu berlangsung dalam empat jenjang, yaitu a) Sekolah ibu (scola materna), untuk anak – anak 0,0 – 6,0 tahun; b) Sekolah bahasa ibu (scola vernaculan) untuk anak – anak usia 6,0 sampai 12,0; c) Sekolah latin (scola latina) untuk remaja usia 12,0 sampai 18 tahun; d) Akademi (academica) untuk pemuda – pemudi usia 18,0 sampai 24,0 tahun. Pada setiap sekolah tersebut harus diberikan bahan pengajaran (bahan pendidikan) yang sesuai dengan perkembangan anak didik, dan harus dipergunakan metode penyampaian yang sesuai dengan perkembangannya.
  2. Rosseau. Penahapan perkembangan menrut Rosseau adalah sebagai berikut :
1.    Tahap I : 0,0 sampai 2,0 tahun, usia asuhan.
2.    Tahap II : 2,0 sampai 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera.
3.    Tahap III : 12,0 sampai 15,0 periode pendidikan akal.
4.    Tahap IV : 15,0 sampai 20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.
(Tim Dosen PPD. 2010: 8 - 9)
            Tahap – tahap perkembangan pribadi manusia secara pedagogis dapat dikemukakan di sini menurut dua sudut tinjauan, yaitu dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan pendidikan dan dari sudut tinjaun teknis khusus perlakuan pendidikan. Mengenai tahap – tahap perkembangan pribadi dari sudut tinjauan teknis khusus perlakuan pendidikan, secara otomatis dapat kita ambil pentahapan perkembangan psikologis yang baru saja dikemukakan di atas  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
C.      Perbedaan Individual Peserta Didik
Perkembangan bagi setiap anak sebagai individu mempunyai sifat yang unik. Saufrorck dan Yussen (1972:17) menyatakan sebagai berikut, “Each us develops some other individuals, and like individuals like some othter individuals, and like no other individuals”.
Maksudnya bahwa tiap-tiap individu berkembang dengan cara tertentu, seperti individu lain, seperti beberapa individu yang lain, dan seperti tidak ada individu yang lain. Selain terdapat persamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang dialami setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan anak biasa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain.
Sesuai dengan konsep anak sebagai individu perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistic). Maksudnya, perkembangan itu terjadi tidak hanya dalam aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain. (Rahman Wahab, 1998/1999:15).
Dari perkembangan individu, dikenal dua fakta yang menonjol. Pertama, semua manusia memiliki kesamaan pola perkembangan yang bersifat umum, dan kedua setiap individu mempunyai kecendrungan yang berbeda (secara fisik maupun metal). Perbedaan tersebut ternyata lebih banyak bersiat kualitatif daripada kuantitatif.
Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan karateristik perseorangan atau yang berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Sifat orang yang satu berbeda denagn sifat orang lain. Perbedaan variasi yang terjadi pada aspek fisik maupun psikologis.
Mungkin saja ada dua orang individu yang memiliki ciri-ciri fisik yang hampir sama atau mirip, tetapi setelah diamati secara cermat ternyata keduanya berbeda. Perbedaan yang paling mudah dikenali adalah perbedaan fisik, seperti bentuk badan , warna kulit, bentuk muka, dan tinggi badan. Ciri lain yang segera dapat dikenali adalah perbedaan sikap dan tingkah lakunya. Ada siswa yang lincah, banyak bergerak, dan suka bicara, tetapi ada juga siswa yang pendiam, tidak aktif, dan nada suaranya rendah.


1.      Bidang –bidang Perbedaan Individual
Umur kronologis sebagai faktor yang mewakili tingkat kematangan seseorang hendaknya dilihat sebagai aspek pebedaan individual. Perbedaan individu ini berjenjang. Seorang anak dapat dikategorikan pada inteligen tinggi, sedang, dan rendah. Faktor dari luar seperti pengaruh keluarga, dan teknik-teknik mengajar tidak sepenuhnya cocok untuk setiap anak. Apalagi didalam individu sendiri ada perbedaan aspek kepribadian. Semua itu mempengaruhi pola sikap dan perilakunya. Seorang anak yang telah terbiasa disiplin dirumah, ia akan disiplin pula disekolah.
Banyak individu yang cenderung memilki sedikit perbedaan dalam kaitannya dengan sifat atau kondisi, sehingga mereka berada dalam kelompok rata-rata dari suatu distribusi frekuensi. Jumlah dan jenis pengalaman dan pengetahuan yang dibawa individu ke situasi tertentu mempengaruhi kapasitasnya untuk belajar atau sikapnya terhadap mata pelajaran tertentu. Jika siswa merasa bahwa ia telah mengetahui banyak tentang isi dari suatu mata pelajaran tertentu, ia mungkin akan kurang berminat untuk mempelajari mata pelajaran tersebut.
Garry 1963 (Oxendine, 1984:317) mengelompokkan individual kedalam bidang-bidang berikut ini:
a.       Perbedaan fisik, seperti usia, berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak.
b.      Perbedaan social, seperti status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
c.       Perbedaan kepribadian, seperti watak, motif, minat, dan sikap.
d.      Perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar.
e.       Perbedaan kecakapan disekolah.
Perbedaan fisik bukan saja terbatas pada ciri-ciri yang dapat diamati dengan panca indra, seperti tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, nada suara, dan bau keringat, tetapi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah diadakan pengukuran. Usia, berat badan, kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan dan semacamnya merupakan ciri-ciri yang tidak dapat diamati perbedannya dengan pengindraan.
Setiap individu selalu berhubungan social dengan sesamanya, disamping ia berhubungan dengan Sang Pencipta. Itulah sebabnya ia hidup berkelompok, berkeluarga, dan bermasyarakat. Lingkungan agama, keluarga, dan masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap  perbedaan individual. Perbedaan tersebut berpengaruh terhadap  perilaku mereka dirumah maupun disekolah. Gejala yang dapat diamati adalah bahwa mereka menjadi lebih atau kurang dalam bidang tertentu dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagian lebih mampu dalam bidang olahraga dan keterampilan, sebagian lagi lebih mampu dalam bidang kognitif atau yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
a.      Perbedaan Kognitif
Pada dasarnya, kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Hasil belajar ini merupakan perpaduan antara faktor pembawaaan dan pengaruh lingkungan. Dari hasil belajar yang diukur  terus belajar ini, tingkat kognitif seorang in divide dapat diketahui.
Tes hasil belajar menggambarkan kemampuan kognitif yang bervariasi. Variasi nilai tersebut menggambarkan perbedaan kemampuan kognitif tiap-tiap individu. Tes hasil belajar yang digunakan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai tes yang baik, sehingga tes tersebut harus valid dan andal (reliable). Jika persyaratan tersebut dapat dipenuhi, variasi nilai kemampuan kognitif yang dihasilkan akan membentuk sebuah kurva normal.
Tingkat intelegensi (IQ) seseorang pun sangat mempengaruhi kemampuan kognitifnya. Hubungan antara kecerdasan dengan nilai kemampuan kognitif berkorelasi signifikan dan positif. Semakin tinggi nilai kecerdasan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kemampuan kognitifnya.
b.      Perbedaan dalam kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakna dan sistematis. Kemampuan berbahasa ini berbeda antara satu individu dan individu lainnya serta sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan.
c.       Perbedaan dalam kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psikomotorik merupakan kemapuan untuk melakukan koordinasi kerja syaraf motorik yang dilakuakan oleh syaraf pusat untuk melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut terjadi karena adanya kerja syaraf yang sistematis. Alat indra menerima rangsangan, kemudian diteruskan melalui syaraf sensoris ke syaraf pusat (otak) untuk diolah, dan hasilnya dibawa oleh syaraf motorik untuk memberikan reaksi dalam bentuk gerakan –gerakan.
Semakin dewasa seseorang, semakin matang pula fungsi-fungsi fisiknya. Hal ini berarti ia akan mampu menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam  banyak hal, seperti kekuatan untuk mempertahankan perhatian, koordinasi otot, kecepatan berpenampilan dan resisten terhadap kelelahan. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah umur seseorang, ia akan semakin matang dan mampu menunjukkan tingkat kecakapan motorik yang makin tinggi.
Jelaslah bahwa kemampuan motorik dipengarui oleh kematangan pertumbuhan fisik dan tingkat kemampuan berpikir seseorang. Karena kematangan pertumbuhan fisik dan kemampuan berpikir setiap orang berbeda-beda kecakapan motorik masing-masing  pun berbeda. Ada orang yang cekatan, kurang terampil, dan ada orang yang lamban dalam mereaksi sesuatu.
d.      Perbedaan dalam latar belakang
Latar  belakang keluarga, baik dilihat dari segi sosio-ekonomi maupun sosio-kultural adalah berbeda-beda. Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial budaya maupun lingkungan fisik akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang dan pegalaman dapat memperlancar atau menghambat kemampuan atau prestasi seseorang. Pengalaman belajar yang dimiliki anak dirumah mempengaruhi kemauan dan keterampilan untuk berprestasi dalam situasi belajar yang disajikan. Minat dan sikapnya terhadap mata pelajaran tertentu, kecakapan atau kemauan untuk berkonsentrasi pada bahan pelajaran, dan kebiasaan-kebiasaan belajar merupakan faktor—faktor perbedaan individual diantara para siswa. Faktor-faktor tersebut kadang-kadang berkembang akibat sikap anggota keluarga dirumah dan lingkungan sekitar.
e.       Perbedaan bakat
Bakat adalah kemampuan khusus yang dibawa atau dimiliki seseorang sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang secara baik apabila mendapatkan rangsangan dan latihan secara tepat. Sebaliknya, bakat tersebut tidak akan berkembang jika lingkungan tidak memberikan kesempatan, dalam arti tidak ada rangsangan dan latihan yang baik. Dalam hal pengembangan bakat ini makna pendidikan menjadi sangat penting artinya.
f.        Perbedaan dalam kesiapan belajar
Perbedaan individual tidak hanya disebabkan oleh keragaman, kematangan, tetapi juga oleh keragaman latar belakang sebelumnya. Anak berumur 6 tahun yang memasuki sekolah dasar di kelas I, mungkin berbeda satu dua, bahkan tiga tahun dalam tingkat kesiapan untuk mengambil manfaat dari pendidikan formal. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa kemampuan mental bagi anak-anak kelas satu sekolah dasar ditemukan dalam rentangan umur kronologis  antara 3 tahun sampai 8 tahun. Hal ini berarti bahwa meskipun umur kronologis telah mencapai 8 tahun (yang secara normal anak ini seharusnya telah duduk dikelas dua atau tiga sekolah dasar), kemampuan belajarnya masih sama dengan mereka yang duduk dikelas satu. Hal ini menggambarkan pengaruh lingkungan keluarga yang amat buruk, sehingga kemampuan dan ekspresi berbahasanya kurang baik.
2.      Perbedaan Individual yang Unik
Setiap individu adalah khas atau unik. Artinya, ia memilki perbedaan yang lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari pebedaan fisik, pola berpikir dan cara merespons atau mempelajari hal baru. Dalam hal belajar, tiap-tiap individu memilki kelebihan dan kekurangan, dalam menyerap materi pelajaran. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk memenuhi tuntutan perbedaan individu. Di Negara maju, system pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa, sehingga individu dapat bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karateristik dirinya. Adapun di Idonesia, kita sering mendengar keluhan dari orangtua yang merasa sudah melakukan berbagai arah untuk membuat anaknya menjadi pintar dan terampil dengan menyekolahkan anaknya kesekolah terbaik memberi les privat, yang terkadang menyita waktu, usaha itu sering tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan justru menghasilkan  masalah. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara belajar sang anak dengan metode belajar yang diterapkan dalam pendidikannya. Padahal, sebaiknya cara belajar itu merupakan kombinasi dari bagaimana individual menyerap, lalu mengatur, dan mengelola informasi.
a.      Otak sebagai pusat belajar
Otak manusia merupakan kumpulan masssa protoplasma yang  paling kompleks yang terdapat dialam semesta. Otak dapat berfungsi aktif  dan reaktif selama lebih kurang seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar sehingga harus dijaga agar terhindar  dari kerusakan.
b.      Karateristik cara belajar
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karateristik cara belajar menurut De Porter & Hemacki (2001), dikategorikan sebagai berikut :
1.      Karateristik perilaku individu dengan cara belajar visual
Individu yang memilki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
§         Rapi dan teratur
§         Berbicara dengan tepat
§         Teliti dan rinci
§         Mementingkan penampilan
§         Mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik
§         Merupakan pembaca yang cepat dan tekun dll

2.      Karateristik perilaku individu dengan cara belajar auditorial
Individu yang memilki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
§         Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja
§         Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
§         Lebih senang mendengarkan daripada membaca
§         Jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras
§         Berbicara dengan sangat fasih dll
3.      Karateristik perilaku individu dengan cara belajar kinestetik
Individu yang memilki kemampuan belajar  kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
§         Berbicara dengan perlahan
§         Menanggapi perhatian fisik
§         Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka
§         Memiliki perkembangan otot yang baik
§         Banyak menggunakan bahasa tubuh dll
Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar yang paling menonjol dari diri seseorang , orangtua diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana  dalam memilih metode belajar yang sesuai. Bagi remaja yang mengalami kesulitan belajar, cobalah untuk merenungkan dan mengingat-ingat kembali karateristik belajar yang paling efektif.

D.  Konsep Belajar
1.      Konsep Kebutuhan Individu
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik karena pengalaman kehidupan sosial yang semakin luas. Kebutuhan itu timbul karena adanya dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1971:70, Lefton, 1982:137). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Lebih lanjut, Lefton (1982) menyatakan bahwa kebutuhan dapat muncul karena keadaan psikologis yang mengalami goncangan atau tidak keseimbangan. Munculnya kebutuhan tersebut untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan hidup.
Kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli. Contoh kebutuhan primer, antara lain adalah makan, minum, bernapas dan kehangatan tubuh. Pada tingkat remaja dan dewasa, kebutuhan primer ini dapat bertambah, yaitu kebutuhan seks.
Adapun kebutuhan sekunder umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif yang dipelajari, seperti kebutuhan untuk mengejar pengetahuan, kebutuhan untuk mengikuti pola hidup masyarakat, kebutuhan akan hiburan, alat transportasi dan semacamnya. Klasifikasi kebutuhan menjadi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder sering digunakan, namun pengklasifikasiannya semacam ini sering membingungkan. Oleh karena itu, Cole dan Bruce (1959) (Oxendine, 1984:227) yang mengajukan istilah yang berbeda, yaitu kebutuhan viscerogenic dan kebutuhan psychogenic. Beberapa contoh kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, istirahat, seksual, perlindungan diri sedangkan kelompok kebutuhan psikologis seperti yang dikemukakan Maslow (1943) mencakup (i) kebutuhan untuk memiliki sesuatu, (ii) kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, (iii) kebutuhan akan keyakinan diri, dan (iv) kebutuhan aktualisasi diri. Dalam perkembangan kehidupan yang semakin kompleks, pemisahan jenis kebutuhan yang didorong oleh motif asli dan motif-motif yang lain semakin sukar dibedakan.
Kebutuhan sosial psikologis seorang individu terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kondisi kehidupannya yang semakin luas dan kompleks. Freud mengemukakan bahwa sikap dan perilaku manusia didorong oleh faktor seksual (dorongan seksual) dengan yang teorinya  yang terkenal sebagai teori libido seksual ini. Ia mengemukakan bahwa prinsip kenikmatan senantiasa mendasari perkembangan sikap dan perilaku manusia, dan dengan prinsip itu, ia menyatakan bahwa faktor pendorong utama perilaku manusia adalah dorongan seksual.
Menurut teori Freud, struktur kepribadian seseorang berunsurkan tiga komponen utama, yaitu id, ego dan superego. Ketiganya merupakan faktor-faktor penting yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku manusia serta struktur pribadi. Teori psikoanalisis Freud diawali dengan mengemukakan asumsi bahwa dorongan utama yang pada hakikatnya berada pada id, senantiasa akan muncul pada setiap perilaku. Id dikenal sebagai insting pribadi dan merupakan dorongan asli yang dibawa sejak lahir. Id merupakan sumber kekuatan insting pribadi yang bekerja atas dasar prinsip kenikmatan yang pada proses berikutnya akan memunculkan kebutuhan dan keinginan. Ego adalah komponen kepribadian yang praktis dan rasional; berdasarkan egonya, manusia mencari kepuasan atau kenikmatan berdasarkan kenyataan. Jadi, ego adalah komponen pribadi yang mewakili kenyataan (realita), berfungsi menghambat munculnya dorongan asli (id) secara bebas dalam berbagai bentuk. Dengan demikian, tugas ego adalah menyelaraskan (menyeimbangkan) pertentangan yang terjadi antara id dan tuntutan sosial. Kadang-kadang, tugas ego mencegah untuk muncul, tetapi pada umumnya ego mendorong manusia bertindak berdasarkan id-nya. Atas dasar pandangan ini, teori Freud tentang pembentukan pribadi dikenal sebagai conflict theory. Penyelesaian pertentangan atau konflik antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial ini adalah pendekatan analisis psikologis. Adapun superego merupakan bagian sesuai dengan sistem moral dan ideal.
Erik Erickson (Buss, 1978:393-393) dalam menyelesaikan pertentangan antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial mengajukan pandangan yang sekaligus merupakan revisi bagi teori Freud. Pendekatan yang dikemukakan untuk menyelesaikan pertentangan yang dikemukakan Erickson lebih bersifat sosial dan berorientasi pada ego. Erickson lebih melihat kepentingan sosial. Revisi ini dimaksudkan agar kebutuhan-kebutuhan dalam perkembangan manusia perlu lebih dilihat dari sisi kepentingan sosial.
Carl Rogers (1902) (dalam Buss, 1078:395) juga mengemukakan pendekatan tentang perkembangan pribadi individu. Dinyatakan bahwa seorang individu pada hakikatnya mencoba mengekspresikan kemampuan, potensi dan bakatnya untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi sempurna yang sempurna atau mapan. Rogers menyatakan dalam teorinya bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Apabila pengaktualisasi diri itu dapat diwujudkan, hal itu merupakan pertanda bahwa individu itu telah mencapai tingkat pertumbuhan pribadi yang semakin luas lingkupnya sehingga ia menjadi lebih bersikap sosial. Manusia dapat mengantualisasi diri dengan baik apabila mampu memperluas/mengembangkan konsep dirinya.
Beberapa psikologi, seperti Carl Rogers (1951), Arthus W. Combs dan Snygg (1959) menyakini bahwa motif dasar manusia adalah “need for adequacy”, yang mereka artikan sebagai suatu “great driving striving, force in each of us by which we are continually seeking to make ourselves ever more adequate to cope with life” (Lindgren, 1980:36). Kebutuhan akan menyakinkan diri ini diekspresikan melakui dua bentuk perilaku, yaitu kebutuhan mempertahankan diri (maintenance) dan mengembangkan diri (enchancement). Sejak lahir hingga meninggal, kebutuhan manusia untuk mempertahankan dirinya agar tetap hidup merupakan kebutuhan dasar. Hal ini berarti menempatkan fungsi organisme menjadi amat penting artinya. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kebutuhan untuk mempertahankan diri itu sebenarnya bukan sekedar tertuju agar manusia tetap hidup, melainkan lebih dari itu, yakni setiap individu senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya yang lebih memadai atau untuk menjadi lebih baik.
Kebutuhan psikologis muncul dalam kehidupan manusia, seperti apa yang dialami setiap hari secara emosional, yaitu : senang, puas, susah, lega, kecewa, dan semacamnya. Karena hidup bersama di dalam masyarakat, manusia ingin mengatur dan mengikuti peraturan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat, sekaligus kadang-kadang hal ini amat sukar. Untuk itu, manusia belajar memahami norma-norma atau sifat-sifat norma, artinya perilaku manusia diarahkan dan disesuaikan dengan kehidupan bermasyarakat. Dalam dunia pendidikan, ada kalanya berkembang norma-norma baru dan norma itu segera diberlakukan di masyarakat. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia juga berkembang kebutuhan-kebutuhan normatif, yaitu kebutuhan yang ditentukan dan sesuai dengan harapan-harapan pihak lain dan yang diterima oleh dirinya, sekarang maupun yang akan datang.
2.      Kebutuhan Dasar Individu
Pada bayi, perilakunya didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan biologis, yakni kebutuhan untuk mempertahankan diri. Kebutuhan ini disebut definciency need artinya kebutuhan untuk pertumbuhan dan memang diperlukan untuk hidup (survival). Kemudian, pada masa kehidupan berikutnya, muncul kebutuhan untuk mengembangkan diri. Berkembangnya kebutuhan ini terjadi karena pengaruh faktor lingkungan dan faktor belajar; seperti kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memiliki (yang ditandai berkembangnya “aku” manusia kecil), kebutuhan harga diri, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan munculnya kebutuhan untuk bersaing dengan yang lain.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Henry A. Murray (Lindgren 1980:40) dunyatakan sebagai need for offilation atau disingkat n’Aff dan need for achievement sebagai n’Ach. Carl Rogers dan Abraham H. Maslow (1954) menyebut n’aff ini sebagai self actualizing need. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri yang ditandai oleh berkembangnya kemampuan mengekspresikan diri, yaitu menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri pada dasarnya merupakan perkembangkan dari kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi karena di dalamnya termasuk kebutuhan untuk berprestasi.
Dalam tingkat perkembangan tertentu, seorang individu berupaya memiliki teman sejawat, mendapatkan kasih sayang dan memiliki benda-benda yang disenanginya. Dengan munculnya kebutuhan tersebut berarti di dalam dirinya telah terjadi kontak dengan dunia luar dirinya, dengan “yang lain” atau n’Aff. Sebagaimana telah dikatakan, kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan jasmaniah atau organisme, baik yang berkaitan dengan usaha mengembangkan diri, memperoleh keamanan, maupun, mempertahankan diri. Remaja sebagai individu atau manusia pada umumnya juga mempunyai kebutuhan dasar tersebut. Secara lengkap, kebutuhan dasar seorang individu sebagai berikut (Lindgren, 1980:42):
1.    Kebutuhan individu untuk mendapatkan teman sejawat
2.    Kebutuhan individu untuk berhasil dan munculnya kebutuhan untuk bersaing
3.    Kebutuhan individu untuk mengembangkan diri dan memiliki benda yang disenangi
4.    Kebutuhan individu untuk mendapatkan kasih sayang dan cinta kasih
Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hierarki, dari kebutuhan yang bertingkat renda, yaitu kebutuhan jasmaniah sampai dengan kebutuhan yang bertingkat tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Hierarki kebutuhan ini sejalan dengan teori kebutuhan yang dikemukakan Maslow (Lefton, 1982:171).
Menurut Lewis dan Lewis (1993), kegiatan remaja atau manusia itu didorong oleh berbagai kebutuhan, yaitu:
a.    Kebutuhan jasmaniah
b.    Kebutuhan psikologis
c.    Kebutuhan ekonomi
d.   Kebutuhan sosial
e.    Kebutuhan politik
f.       Kebutuhan penghargaan, dan
g.    Kebutuhan aktualisasi diri (Fatimah. 2006: 129-141)
Hubungan Jurnal Peningkatan kemampuan Pendidikan Non Formal Dalam Implementasi pembelajaran dengan Perbedaan Peserta Didik dan Kebutuhannya.

            Dalam proses pembelajaran interaksi antara kebutuhan peserta didik dengan pendidik saling mempengaruhi dengan keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu pendidik harus memperhatikan berbagai faktor baik internal maupun eksternal sehingga situasi yang kondusif bagi terjadinya proses belajar agar pendidik dapat menyediakan situasi dan kondisi
Yang kondusif maka pendidik hendaknya menyusun langkah – langkah ataupun tahap pembelajaran sehingga proses belajar akan lebih sistematis sehingga mudah dikontrol.
            Pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh perencanaan yang baik pula. Pembelajaran berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam proses belajar – membelarjarkan. Proses belajar dan membelajarkan merupakan dua hal yang berbeda tetapi membentuk satu kesatuan ibarat mata uang yang berisi dua proses pembelajaran. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik atau sebagai warga belajar sedangkan membelajarkan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik yang sangat mempengaruhi kediatan belajar peserta didik atau warga belajar.
            Kebutuhan peserta didik tentunya harus ada proses pencapaian. Semakin besar perubahan atau perkembangan itu dapat dicapai oleh peserta didik atau warga belajar maka makin baiklah proses belajar. Jika tujuan pembelajaran belum tercapai maka diadakan perbaikan sistem pengembangan materi pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran yang tepat, penilaian formatif dan sumatif. 
            Guru sebagai pendidik harus mampu mengerti kebutuhan dari anak didiknya agar mampu menjalin komunikasi yang baik dengan siswanya dan sebaliknya. Untuk dapat mengerti hal itu Guru perlu mendekati siswa secara lebih mendalam dengan pendekatan psikologi pendidikan salah satunya adalah dengan mengadakan pendidikan non-formal diluar jam sekolah. Ini penting agar lebih memacu siswa dalam mengembangkan jati diri dan kreativitasnya agar tidak terfokus pada mata pelajaran yang ada disekolah.
            Untuk dapat melaksanakan hal ini maka guru perlu melakukan pendekatan personal maupun nonpersonal. Contohnya jika ada siswa yang bermasalah dalam hal pendidikan formal maka seorang guru harus bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan pendekatan personal seperti memanggilnya ke ruang guru untuk mendiskusikannya.
Kesimpulan dan Saran :

            Berdasarkan bahasan diatas maka dapat disimpulkan :
1.      setiap peserta didik berbeda baik secara individual maupun kebutuhannya oleh karena itu Guru harus bisa mengetahui personal dari anak didik sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan implementasi pembelajaran.
2.      Setiap individu adalah khas atau unik. Artinya, ia memilki perbedaan yang lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari pebedaan fisik, pola berpikir dan cara merespons atau mempelajari hal baru.
3.      Dalam hal belajar, tiap-tiap individu memilki kelebihan dan kekurangan, dalam menyerap materi pelajaran
4.      Kebutuhan peserta didik tentunya harus ada proses pencapaian. Semakin besar perubahan atau perkembangan itu dapat dicapai oleh peserta didik atau warga belajar maka makin baiklah proses belajar. Jika tujuan pembelajaran belum tercapai maka diadakan perbaikan sistem pengembangan materi pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran yang tepat, penilaian formatif dan sumatif
5.      Perbedaan individu ini berjenjang. Seorang anak dapat dikategorikan pada inteligen tinggi, sedang, dan rendah. Faktor dari luar seperti pengaruh keluarga, dan teknik-teknik mengajar tidak sepenuhnya cocok untuk setiap anak.
6.      Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik karena pengalaman kehidupan sosial yang semakin luas.
7.      kebutuhan dasar seorang individu ada empat :
1.            Kebutuhan individu untuk mendapatkan teman sejawat
2.            Kebutuhan individu untuk berhasil dan munculnya kebutuhan untuk bersaing
3.            Kebutuhan individu untuk mengembangkan diri dan memiliki benda yang disenangi
4.            Kebutuhan individu untuk mendapatkan kasih sayang dan cinta kasih
Saran :
Sebagai calon guru yang professional hendaknya dapat mengetahui perbedaan setiap perserta didik beserta kebutuhannya dalam proses pembelajaran sehingga Guru dapat mengakomodir setiap siswa dengan variasi yang berbeda, dengan berbagai metode pendekatan baik personal maupun secara non-personal.
DAFTAR PUSTAKA


Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara (hal. 16)
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : Pustaka Setia
Soemanto, W. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta ; Bumi Aksara (hal 51-53)
Tim Dosen. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Medan : FMIPA
Nursam. 2010. Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF-Vol.3, No.2-2008. Bandung: UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar