hmmmmmmmm

hmmmmmmmm
hahahahhahahaha.......

Selasa, 12 April 2011

Pendidikan dan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan dapat diumpamakan sebagai “ mengajak” anak membawa barang muatan yang selalu bertambah pada sebuah jalan untuk mencapai suatu titik tujuan atau tempat, ditempat tersebut ia kelak bisa menjual barang- barang muatan tersebut. Kurikulum merupakan barang- barang muatannya, administrasi pendidikan merupakan biro perjalanan yang mengatur perjalanan kapan berangkat, dimana berhenti, menyediakan jalan yang rata, teduh dan sebagainya.
Konseling merupakan” dokter atau perawat” perjalanan yang memperhatikan kondisi siswa sekalipun jalannya datar atau rata, anak tidak mungkin dapat membawa barang muatan yang banyak atau tidak mungkin dapat berjalan cepat apabila kakinya pincang karena lecet, perutnya sakit dan sebagainya.Konseling membawa siswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dalam dirinya.Siswa tidak mungkin belajar dengan baik apabila banyak kesulitan yang dihadapi dalam dirinya yang menghambatnya.Konseling sejalan dengan tujuan administrasi pendidikan dan bidang pengajaran serta tujuan pendidikan pada umumnya yaitu agar siswa berkembang secara optimal.Konseling mencoba menolong agar peserta didik dapat mewujudkan pada dirinya hal-hal yang dicita-citakannya yaitu dapat menemukan kehidupan yang layak dan bahagia didalam masyarakatnya.Sebagaimana halnya pendidikan yang mengenal adanya tujuan akhir dan tujuan sementara.(Tim Pengampu : 2011)
Maka dalam  makalah ini akan dibahas pengertian dari pendidikan dan konseling dan apa saja dasar filsafat, sosiologi, bio- psikologi dalam konseling dimana konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dankonseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.







BAB II
I S I

2.1. Pendidikan dan Konseling
2.1.1. Pengertian Pendidikan
            Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum kelahiran. Bagi sebagian orang pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam -- sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka  walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan)
Pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu ‘Paedos’ (anak, pen) dan ‘Agoge’ yang berarti saya membimbing, memimpin anak. Sedangkan paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang (pemuda, pen) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak (siswa, pen) ke dan dari sekolah. Perkataan paedagogos yang semula berkonotasi rendah (pelayan, pembantu) ini, kemudian sekarang dipakai untuk nama pekerjaan yang mulia yakni paedagoog (pendidik atau ahli didik atau guru). Dari sudut pandang ini pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembangan Iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan bermoral.
Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, Rupert C. Lodge dalam bukunya Philosophy of Education (New York : Harer & Brothers. 1974 : 23) menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Namun faktanya bahwa tidak semua pengalaman dapat dikatakan pendidikan. Mencuri, mencopet, korupsi dan membolos misalnya, bagi orang yang pernah melakukannya tentunya memiliki sejumlah pengalaman, tetapi pengalaman itu tidak dapat dikatakan pendidikan. Karena pendidikan itu memiliki tujuan yang mulia, baik dihadapan manusia maupun dihadapan Tuhan.
Banyak rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya:
a. John Dewey : pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kecakapan mendasar secara intelektual dan emosional sesama manusia. 
b. JJ. Rouseau : Pendidikan merupakan pemberian bekal kepada kita apa yang tidak kita butuhkan pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita butuhkan pada saat dewasa.
c. M. J. Langeveld : Pendidikan merupkan setiap usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi dan membimbing anak ke arah kedewasaan, agar anak cekatan melaksanakan tugas hidupnya sendiri.  Menurut Langeveld pendidikan hanya berlangsung dalam suasana pergaulan antara orang yang sudah dewasa (atau yang diciptakan orang dewasa seperti : sekolah, buku model dan sebagainya) dengan orang yang belum dewasa yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
d. John S. Brubacher : Pendidikan merupakan proses timbal balik dari tiap individu manusia dalam rangka penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan dengan alam semesta. 
e. Kingsley Price mengemukakan: Education is the process by which the nonphysical possessions of culture are preserved or increased in the rearing of the young or in the instruction of adults. (Pendidikan adalah proses yang berbentuk non pisik dari unsur-unsur budaya yang dipelihara atau dikembangkan dalam mengasuh anak-anak muda atau dalam pembelajaran orang dewasa).
f. Mortimer J. Adler : pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapa pun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik. 
Definisi di atas dapat dibuktikan kebenarannya oleh filsafat pendidikan, terutama yang menyangkut permasalahan hidup manusia, dengan kemampuan-kemampuan asli dan yang diperoleh atau tentang bagaimana proses mempengaruhi perkembangannya harus dilakukan. Suatu pandangan atau pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek pembahasan menjadi pola dasar yang memberi corak berpikir ahli pikir yang bersangkutan. Bahkan arahnya pun dapat dikenali juga. Dari berbagai pandangan di atas dapat dilihat bahwa dikalangan pakar pendidikan sendiri masih terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pendidikan ahli pendidikan itu dan kondisi pendidikan yang diperbincangkan saat itu, yang semuanya memiliki perbedaan karakter dan permasalahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap) dalam meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju terbentuknva kepribadian dan akhlaq mulia dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2043347-pengertian-pendidikan/)
Dengan demikian perumusan- perumusan tadi menghubungkan pendidikan dengan perkembangan dengan tinjauan fisiologis dan filosofis. Perumusan tentang pendidikan dan kegiatan mendidik dapat mencakup salah satu atau beberapa aspek pendidikan atau bidang kebutuhan manusia atau memberi fokus perhatian kepada masa- masa perkembangan tertentu seperti pendidikan agama, pendidikan guru, pendidikan masayaakat, pendidikan kesehatan, dll.
             2.1.2.Pengertian Konseling
Dalam kamus bahasa Indonesia, istilah konseling diartikan sebagai ”penyuluhan”. Namun, kata ”penyuluhan” dalam kegiatan bimbingan menurut para ahli bimbingan versi Indonesia kurang tepat, alasannya bahwa kata penyuluhan telah dipergunakan oleh masyarakat umum yang sama sekali di luar pengertian konseling seperti penyuluhan keluarga berencana (KB), penyuluhan kesehatan, penyuluhan hukum dan lain-lain. Istilah penyuluhan yang sudah populer dit engah masyarakat itu lebih mengarah pada usaha suatu badan, baik pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan keterampilan warga masyarkaat berkenaan dengan hal-hal tertentu, misalnya penyuluhan ”pertanian” bermaksud meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan keterampilan warga masyarakat berkenaan dengan aspek pertanian tertentu, seperti cara-cara bertanam, pemilihan bibit, penggunaan pupuk, pemberantasan hama dan lain-lain.
            Memang, istilah ”penyuluhan” di tahun 1960 dikenal khususnya di kalangan persekolahan tapi sejak tahun 1980-an gerakan bimbingan mulai digalakkan dengan penggunaan istilah ”konseling”. Alasan perubahan istilah dari ”penyuluhan” menjadi ”konseling” adalah untuk benar-benar menampilkan pelayanan yang memiliki ciri khas tersendiri yang tidak sama dengan penyuluhan yang dipakai secara lebih meluas untuk pengertian yang lebih bersifat nonkonseling. Oleh sebab itu, kata ”penyuluhan” diganti menjadi ”konseling”.
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered).
Pengertian konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu  masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Konselor pendidikan semula disebut sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula sebagai Guru Pembimbing.
Setelah terbentuknya organisasi profesi yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan menjadi bagian dari asosiasi tersebut.

Berikut ini adalah ciri- ciri pokok dari konseling yaitu:
  1. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan seksama isi pembicaraannya, gerak- gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan- gerakan lain dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat dalam interaksi itu.
  2. Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan klien saling berbicara.Klien berbicara tentang pikiran- pikirannya, tentang perasaan- perasaannya, tentang perilaku- perilakunya dan banyak lagi tentang dirinya. Dipihak lain, konselor mendengarkan dan menanggapi hal- hal yang dikemukakan klien dengan maksud agar klien memberikan reaksinya dan berbicara lagi dengan lanjut. Keduanya terlibat dalam memikirkan, berbicara dan mengemukakan gagasan- gagasan yang akhirnya bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klein.
  3. Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan terarah kepada pencapaian tujuan. Berlainan dengan berbicara biasa, misalnya pembicaraan antara dua orang yang sudah bersahabat dan sudah lama tidak bertemu; arah pembicaraan dua sahabat itu bisa menjadi tidak begitu jelas dan tidak begitu disadari, biasanya di satu segi dapat bersifat seketika, dan di segi lain dapat melantur kemana- mana.
  4. Tujuan dari hubungan konseling adalah terjadinya perubahan tingkah laku klien. Konselor memusatkan perhatiaannya kepada klien dengan mencurahkan segala daya dan upayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan kearah yang lebih baik, teratasinya masalah yang dihadapi klein.
  5. Konseling merupakan proses yang dinamis, dimana individu klein dibantu untuk mengembangkan dirinya,mengembangkan kemampuan- kemampuannya dalam mengatasi masalah- masalah yang sedang dihadapi.
  6. Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klein, yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klein.
Dengan ciri- ciri pokok demikian itu dapat dirumuskan bahwa dengan sinhkat penegrtian konseling, yaitu konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
Proses konseling pada dasarnya adalah usaha menghidupkan dan mendayagunakan secara penuh fungsi-fungsi yang minimal secara potensial organismik ada pada klien itu.Jika fungsi ini berjalan dengan baik dapat diharapkan dinamika hidup klien akan kembali berjalan dengan wajar mengarah kepada tujuan yang positif.(Amti:1999)
2.2.2. Sifat- sifat Konseling diantaranya:
1)      Pertolongan diarahkan ke peningkatan kemampuan dalam menghadapi hidup dengan segala persoalannya.
2)      Pertolongan yang kontiniu diberikan atas  dasar perencanaan dan pemikiran ilmiah.
3)      Pertolongan yang proses pemecahannya dari persoalan membutuhkan aktifitas dan tanggung jawab bersama antar yang menolong dengan yang ditolong.
4)      Pertolongan yang isi, bentuk dan caranya disesuaikan dengan kebutuhan tiap- tiap masalah.
5)      Pertolongan yang berusaha menolong tiap anak/ yang dibimbing agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan bahagia di dalam masyarakatnya.
(Tim Pengampu : 2011)
2.2.3. Tujuan Konseling
Sejalan dengan perkembangannya tujuan konseling pun mengalami perubahan,yang sederhana sampai ke yang lebih komprehensif.Dengan proses konseling klien dapat:
- Mendapat dukungan selagi klien memadukan segenap kekuatan dan kemampuan untuk   mengatasi masalah yang dihadapi.
- Memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai alternatif pandangan dan pemahaman-pemahaman,serta keterampilan-keterampilan baru.
- Menghadapi ketakutan-ketakutan sendiri; mencapai kemampuan untuk megambil keputusan dan keberanian untuk melaksanakannya;kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam proses pencapaian tujuan-tujuan yang dikehendaki.
Tujuan konseling dapat terentang dari sekedar klien mengikuti kemampuan-kemampuan konselor sampai pada masalah pengambilan keputusan,pengembangan kesadaran, pengembangan pribadi,penyembuhan,dan penerimaan diri sendiri.(Amti 1999)
2.2.4. Fungsi Bimbingan dan Konseling
                Fungsi suatu kegiatan dapat diketahui dengan melihat kegunaan, manfaat ataupun keuntungan yang dapat diberikan oleh suatu kegiatan itu. Layanan bimbingan konseling sebagai suatu kegiatan yang terencana, terarah dan terpadu memiliki fungsi atau keuntungan yang diperoleh dari layanan itu. Fungsi atau keuntungan BK itu sangat bervariasi, dalam hal ini Prayitno mengelompokkan fungsi BK menjadi lima fungsi pokok, yaitu (1) fungsi pemahaman, (2) fungsi pencegahan, (3) fungsi pengentasan, (4) fungsi pemeliharaan dan pengembangan, (5) dan fungsi advokasi.Fungsi pemahaman merupakan usaha yang paling awal harus dilaksanakan oleh guru pembimbing. Hal ini dilakukan karena usaha pemberian bantuan terhadap siswa tidak akan berhasil apabila guru pembimbing tidak memahami tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan siswa yang dibimbing.
            Menurut Prayitno, fungsi pemahaman meliputi (1) pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendir, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing; (2) pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing; (3) pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh peserta didik.
Memperhatikan tentang fungsi pemahaman di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa layanan BK di sekolah tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh siswa tapi manfaat BK itu juga berguna bagi orang tua, guru pembimbing serta pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan perkembangan siswa. Ada beberapa jenis layanan BK yang dapat memenuhi terlaksananya fungsi ini di antaranya (1) layanan orientasi; (2) layanan informasi; (3) layanan bimbingan kelompok; (4) aplikasi instrumentasi; (5) himpunan data; (6) konferensi kasus; dan (7) kunjungan rumah.
Fungsi pencegahan merupakan usaha untuk menciptakan suatu suasana agar dalam diri para siswa tidak timbul berbagai masalah yang akan menghambat perkembangannya. Ada slogan mengatakan ”mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Slogan ini sesuai dengan pekerjaan bimbingan dan konseling yang sangat mendambakan individu tercegah dari segala macam permasalahan. Apabila individu tidak mengalami permasalahan maka sangat besar peluang bagi individu untuk mengembangkan diri dengan positif dan dapat merasakan hidup yang diinginkan. Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi pencegahan bagi guru pembimbing merupakan bagian tugasnya yang amat penting.
Dalam rangka melaksanakan fungsi pencegahan ini, ada beberapa trik yang dapat dilakukan guru pembimbing seperti yang dikemukakan Prayitno sebagai berikut: (1) mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan; (2) mendorong perbaikan kondisi diri pribadi klien; (3) meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya; (4) mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar dan melakukan sesuatu yang akan memberikan manfaat; dan (5) menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.22 Untuk melaksanakan fungsi pencegahan ini dapat dilaksanakan melalui penerapan beberapa jenis layanan dalam BK di antara melalui (1) layanan orientasi; (2) layanan informasi; dan (3) layanan penempatan.
Fungsi pengentasan merupakan kegiatan BK dalam mengatasi masalah-masalah atau kesulitan yang dialami individu/siswa. Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik, maka penanganannya pun harus secara unik disesuaikan dengan kondisi masing-masing masalah. Beberapa jenis kegiatan BK yang dapat memenuhi terlaksananya fungsi ini adalah (1) layanan konseling perorangan; (2) layanan konseling kelompok; (3) konferensi kasus; (4) kunjungan rumah; dan (5) alih tangan.
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya sekedar mengatasi kesulitan yang dialami siswa, tetapi tidak kalah pentingnya dari fungsi lain adalah bagaimana guru pembimbing dapat mengembangkan potensi siswa yang berupa bakat, kemampuan, minat, cita-cita, dan lain-lain. Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik pada diri siswa seperti sikap dan kebiasaan sehari-hari, cita-cita yang tinggi dan cukup realistis, hubungan sosial yang harmonis dan berbagai aspek positif lainnya dari individu perlu dipertahankan dan dipelihara.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan dan program. Misalnya pengaturan suhu, bentuk dan susunan ruangan kelas diatur agar mereka yang berada di ruangan itu merasa nyaman, betah, dapat melakukan kegiatan dengan tenang. Begitu juga letak tempat duduk, penjurusan dan penempatan siswa, kegiatan intra dan ekstrakurikuler dan sebagainya perlu mendapat perhatian. Dalam menjalankan fungsi pemeliharaan dan pengembangan ini, guru pembimbing tidak dapat berjalan sendiri, melainkan perlu bekerja sama dengan pihak-pihak lain. Misalnya penyediaan meja, kursi dan ruangan kelas yang memenuhi standar kesehatan dan perkembangan anak, guru pembimbing harus bekerja sama dengan guru, kepala sekolah, orang tua bahkan mungkin perlu dengan para pejabat di luar sekolah yang dapat menjadi sumber bagi pengadaan sarana sekolah. Untuk keperluan ini guru pembimbing dituntut untuk melakukan ”strategi politik” demi kepentingan siswa-siswa yang menjadi tanggung jawabnya itu. Apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan BK, maka jenis kegiatan yang penggunakan fungsi ini adalah (1) layanan penempatan/penyaluran; (2) layanan pembelajaran; dan (3) layanan bimbingan kelompok.
Fungsi advokasi mengacu kepada upaya untuk melindungi dan sekaligus membela anak dari penyimpangan atau pengingkaran terhadap hak siswa dai mata praktik yang terjadi di lingkungan pendidikan. Dengan fungsi advokasi siswa dibela untuk mendapatkan hak siswa dalam kaitan untuk mendapatkan pendidikan. Fungsi advokasi juga dimaksudkan untuk membela siswa dari keteraniayaan oleh pihak-pihak lain, terutama orang tua dan pendidik yang nyata-nyata menimbulkan kesengsaraan pada diri siswa.
Guru pembimbing di sekolah dapat melakukan berbagai upaya bimbingan dan konseling dalam rangka membela siswa yang diperlakukan tidak wajar atau perlakuan yang kurang adil terhadap hak-hak pribadinya. Dengan fungsi advokasi hak-hak pendidikan itu diupayakan untuk ditegakkan. Adapun upaya guru pembimbing dan menegakkan fungsi advokasi dilakukan melalui pendekatan politik baik terhadap orang tua maupun pendidik di sekolah.
(dikutip dari jurnal yang berjudul “ PERANAN GURU BIDANG STUDI DALAM PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH ATAS” oleh Suhertina)
2.2. Latar Belakang Sejarah Perkembangan Konseling
Secara historis bimbingan dan konseling di Indonesia masuk dan berkembang melalui dunia pendidikan, yang agak berbeda dengan asalnya. Bimbingan dan konseling (BK) di Amerika yang mulai di masyarakat oleh F. Parson di kota Boston. Kebutuhan BK mulai dari masyarakat karena adanya kebutuhan dan masalah pekerjaan di sana saat itu dan baru kemudian dirasakan kepentingannya untuk diberikan di dunia pendidikan atau sekolah. Sedangkan sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
Perubahan zaman dan perkembangan ilmu berjalan dengan cepat sehingga bimbingan dan konseling tidak hanya dikenal di dunia pendidikan atau sekolah saja karena mulai dirasakan kebutuhan oleh masyarakat adanya layanan ini. Berkembangnya penyuluhan Keluarga Berencana, adanya penyuluhan di bidang pertanian menyebabkan kata penyuluhan menjadi makin melebar, populer dan dimngerti dengan pemahaman agak lain dari Conseling, menyebabkan IPBI dan juga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu untuk mengubah nama Penyuluhan dengan Konseling sehingga dengan kurikulum 84, 94, 2004 dikenal dengan Bimbingan dan Konseling atau BK.
Saat ini kata Bimbingan sudah ditingggalkan disosialisasikan “Konseling” . Tugas yang dilaksanakan Konselor adalah Konseling. Sedangkan Bimbingan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam layanan konseling. Penyebutan yang digunakan dalam UU No.20 tahun 2003 SPN adalah kata “Konselor” dan tidak disebut Pembimbing.
Latar belakang diperlukannya konselor pendidikan
  • Kehidupan demokrasi: Guru tidak lagi menjadi pusat dan siswa tidak hanya menjadi peserta pasif dalam kegiatan pendidikan. Guru hanya membantu siswa untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.
  • Perbedaan individual: Pembelajaran yang umumnya dilakukan secara klasikal kurang memperhatikan perbedaan siswa dalam kemampuan dan cara belajarnya sehingga beberapa siswa mungkin akan mengalami kesulitan.
  • Perkembangan norma hidup: Masyarakat berubah secara dinamis. Demikian pula dengan berbagai norma hidup yang ada di dalamnya. Setiap orang harus bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut.
  • Masa perkembangan: Seorang individu mengalami perkembangan dalam berbagai aspek dalam dirinya dan perubahan tuntutan lingkungan terhadap dirinya. Diperlukan penyesuaian diri untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut.
  • Perkembangan industri: Seiring dengan perkembangan teknologi yang cepat, industri juga berkembang dengan pesat. Untuk memiliki karier yang baik, siswa harus bisa mengantisipasi keadaan tersebut.
2.3. Dasar- dasar Filosofi, Sosiologis, Psikologis- Biologis dan IPTEK dari Konseling
Membicarakan tentang dasar- dasar  dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan dasar- dasar  yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti
dasar- dasar dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun
dasar pendidikan secara umum.
Dasar dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana
utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah
bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat
dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka
bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan
bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi yang kokoh
akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri
dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok
yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu dasar
filosofi, dasar psikologis- biologis, sosiologis, dan dasar ilmu pengetahuan
(ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing
dasar bimbingan dan konseling tersebut :
  1. Dasar Filosofis
Dasar filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling
yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Dasar
filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari
jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan
dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat
modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para
penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam
Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
·         Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya
  • Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
  • Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya
sendiri khususnya melalui pendidikan.
  • Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak- tidaknya mengontrol keburukan.
  • Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
  • Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
  • Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
  • Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
    pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
    memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia
    itu adan akan menjadi apa manusia itu.
  • Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana
    apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
    berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
  • Harga diri adalah nilai yang paling tinggi yang dimiliki individu.Di tinjau dari sudut bimbingan ,individu yang paling celaka ialah individu yang tidak mempunyai dan kehilangan harga diri.Seharusnya setiap individu di tolong untuk mempunyai harga diri.Untuk itu setiap individu memerlukan di hargai dan di terima.Setiap individu adalah spesi adr makhluk tuhan yang tertinggi ini.Oleh karena itu setiap individu layak untuk di perhatikan dan di tolong agar dapat hidup sesuai dengan martabatnya itu.
  • Tiap individu yang unik. Tidak ada dua individu yang sama. Konseling menghargai keunikan tiap individu dan perbedaan yang ada antara individu. Perbedaaan dan keunikan tiap individu perlu dikembangkan dan digunakan untuk kepentingan individu itu sendiri dan masyarakat. Dasar dari semua kegiata bimbingan adalah pengakuan, penerimaan, dan pengembangan keunikan dan perbedaan yang ada antara individu (diselidiki oleh Alexander, Anastasi. Tyler)
  • Individa dalam situasi sosialnya adalah dasar tujuan konseling. Konseling berusaha mengenal individu dan menolong individu mengenal diri sendiri dan tempatnya di masyarakat juga interaksi dan interelasiya di dalam masyarakat sekitarnya, dengan tujuan agar potensi atau bakat individu dapat dimanfaatkan bagi masyarakat dan sebaliknya pula agar individu dapat menyerap dan memanfaatkan apa yang ada di masyrakat dengan sebaik- baiknya untuk diri sendiri.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya

  1. Dasar Psikologis - Biologis
Dasar psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).Konseling menyadari pentingnya perhatian sifat dasar psikologis dan biologis dari anak dalam pendidikan.kegiatan konseling memperhatikan hal- hal berikut:
a.       Sifat- sifat dasar dari tiap individu dalam batas tertentu menentukan masa depan orang, tetapi sering kali batasan ini masih memberi kemungkinan gerak untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam hidup.
b.      Kebutuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan makan dan minum, pernapasan/ hawa dan istirahat yang cukup, kebutuhan pokok sosial dan kejiwaan seperti kebutuhan akan kasih, penerimaan, pengakuan, rasa aman dan lain-lain dapat merangsang perkembangan maksimal bila dipenuhi secukupnya.
Selain itu, faktor- faktor kejiwaan mempunyai pengaruh besar pada belajar, karenanya perlu diperhatikan oleh guru. Ketakutan, tekanan, rasa diri kurang, tidak adanya tujuan dan motivasibelajar, semua itu akan ikut menentukan efisiensi belajar. Menoloh anak yang berada dalam kondisi psikologis yang sehat dan yang menguntungkan proses belajar merupakan bagian dari fungsi konseling. Memahami dan mengenal pribadi anak didik adalah dasar konseling. Konselaor selalu ingat bahwa pribadi itu komples, tetapi merupakan kebulatan yang tidak dipecahkan. Sifat yang kompleks yang mendyeluruh ini menyukarkan usaha pemahaman pelaksanaan bimbingan.
Sifat- sifat itu tidak dapat diubah dan tak dapat diabaikan pula. Umumnya sifat pribadi relatif tetap dan karenanya tingkah lakun individu dapat diperkirakan/ diduga. Konselor berfungsi menolong guru memahami individu dan mencoba memenuhi kebutuhan tiap individu agar anak didik dapat mencapai prestasi maksimum dalam belajar. Setiap manusia termasuk anak didik secara terus menerus dihadapkan kepada berbagai macam situasi hidup (termasuk situasi belajar) yang mengharuskan ia belajar mengadakan pemilihan keputusan dan memberikan reaksi terhadap tantangan- tantangan, menghadapi dan mengatasi persoalan atau mengadakan pemilihan. Konseling menolong agar anak didik mengembangkan kemampuannya menghadapi semua itu. Pengenalan tentang diri sendiri mencakup pengenalan tentang keberadaan diri dalam lingkungan tentang bakat dan minatnya, tentang pribadinya, tentang kelemahan dan kekuatannya. Konseling menolong agar anak didik mengembangkan kemampuannya menghadapi semua itu. Konsep yang benar tentang diri sendiri memungkinkan seseorang menghadapi hidup dengan realistik diri dan sanggup mengadakan perencanaan dan pengembangan diri ke tujuan yang ingin dicapai.
  Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c)perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun
motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh
pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut
tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental
atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak
lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti
struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian
tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan
untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana
individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada
individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan
rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan
sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu
yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara
optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang
kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi
bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya
meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan,
diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan
kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual;
(3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang
perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori
dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan
sosial; dan ( Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu
semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek
perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan
individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan
lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.
Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah
tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar,
baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar
sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang
dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005)
menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari
studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian
yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang
unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat
behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon,
segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian
yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori
Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan
Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi
Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The
Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :

  • Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten
tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
  • Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
  • Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
  • Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
  • Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
  • Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
    interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan
    berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi
perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat
mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk
memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat
mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap
potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor
dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar
yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor
kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh
karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya
terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi
umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan
psikologi kepribadian.
3. Dasar Sosiologis
Dasar sosiologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan
dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-
budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang
melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan
perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat
menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang
besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Prinsip- prinsip sosiologis yang mendasari pekerjaan konseling
1.      Efisiensi penggunaan tenaga manusia
Kemajuan teknologi dan pertambahan penduduk mengharuskan perencanaan dan penggunaan tenaga secara efisien. Konseling berusaha menolong individu mengenal potensinya, membuat perencanaan dalam hidupnya, mengembangkan potensi yang diperlukan masyarakat dan memberi kesempatan kepada individu mengembangkan dan mempersiapkan diri sedemikian rupa hingga dia menjadai manusia yang produktif dan efisien.
2.      Kondisi kerja makin kompleks dan syarat kerja makin tinggi.
Oleh kemajuan dan perkembangan di berbagai aspek kehidupan dan karena alkulturasi (penyesuaian diri), maka syarat- syarat yang diajukan masyarakat untuk dipenuhi anggotanya makin banyak, makin kompleks dan makin tinggi.
3.      Spesialisasi dan otomatisasi.
Penggunaan mesin diberbagai aspek, kehidupan, terutama dibidang industri mendorong peningkatan spesialisasi dan otomatisasi, mengharuskan pula adanya perbedaan penyiapan tenaga ahli (skill manpower) dan tenaga setengah ahli (semi manpower). Untuk menghindari / mengurangi kegagalan setelah orang memasuki spesialisasi maka perlu identifikasi bakat dan minat, pengenalan tentang macam- macam pekerjaan yang ada.
4.      Pentingnya penempatan yang tepat dari tenaga kerja.
Pengenalan bakat atau potensi manusia, penyiapan tenaga kerja dan penggunaan yang efisien hanya dimungkinkan jika disertai dengan penempatan kerja, yang teat sesuai dengan bakat, kemampuan dan pemersiapan tenaga tersebut.
5.      Pemberian kesempatan sekolah kepada yang memerlukan.
Meningkatnya jumlah anak yang memerlukan pendidikan disekolah mendorong ke pemikiran peningkatan efisiensi pendidikan. Ini mengharuskan pembimbingan dan penempatan anak di sekolah/ jurusan agar dapat dihindari sejauh mungkin kegagalan- kegagalan dalam studi dan hidup anak. (Tim Pengampu : 2011)
4. Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Dasar konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-
dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan
berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes,
inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku
teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa
disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek
konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi,
filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama.
Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan
pengembangan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun
prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan konseling selain
dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk
penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis
komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam
konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan konseling.













BAB III
PENUTUP

·                    Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap) dalam meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju terbentuknva kepribadian dan akhlaq mulia dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
·         Konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
·         Dasar filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.
·         Dasar psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien)
·         Dasar sosiologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu
·         Dasar konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-
dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya.










DAFTAR PUSTAKA

Djumhar dan Surya, M. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah
(Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.

Nelson. Richard & Jones. 1995. Counseling and Personslity:Theory and Pra:tice. Sydney;
Allen & Uwin

Prayitno dan Amti, E. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke
dua. Jakarta: Rineka Cipta  

Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC

Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi.
Jakart a: Gramedia

Tim Pegampu. 2011. Profesi Kependidikan. Medan : Fmipaa Unimed





Tidak ada komentar:

Posting Komentar